opini

‘Klithih’

Rabu, 14 Desember 2016 | 12:19 WIB

KEDAULATAN Rakyat kembali menyorot bila fenomena nglithih belum terkikis. Pembacokan yang menimpa pelajar di Bantul, membuat kenyamanan Yogya kembali terusik. Setidaknya, tahun ini tercatat ada sembilan tindakan kriminal yang dilatarbelakangi aksi klithih. Penyerangan terhadap rombongan siswa usai liburan, menjadi sebuah realita belum terkikisnya fenomena klithih.

Istilah klithih bukan menjadi hal baru bagi masyarakat Yogya. Klithih atau nglithih dapat diartikan sebagai aktivitas berkeliling kota menggunakan kendaraan yang dilakukan oknum remaja, biasanya mereka diidentifikasikan sebagai pelajar sekolah menengah. Aksi klithih ini lebih cenderung bermakna konotatif. Karena aktivitas yang dilakukan mereka yang nglithih tidak lepas dari aksi vandalisme dan memancing keresahan publik.

Fenomena klithih ini tentunya tidak bisa dilepaskan dari ruang interaksi dan komunikasi sosial. Dan fenomena ini bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk disorientasi sosial yang terjadi di masyarakat. Secara sosiologis, masyarakat kita sedang sakit, dalam pengertian telah terjadi begitu banyaknya perilaku menyimpang.

Seperti aksi vandalisme, kriminalitas di jalanan (klithih), bunuh diri, dan kekerasan seksual baik pada perempuan maupun anakanak. Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan budaya ternyata justru kerap sekali menjadi sasaran atau target dari perilaku menyimpang tersebut. Suatu paradoks di tengah-tengah masyarakat yang sangat kental dengan tatanan nilai dan budaya.

Perilaku menyimpang yang ditunjukkan dengan aktivitas klithih sebenarnya tidak hadir dalam ruang kosong. Artinya kemunculan klithih sebagai salah satu perilaku komunal yang menyimpang juga dilatarbelakangi oleh keberadaan gerombolan remaja yang menamakan dirinya sebagai geng. Kehadiran geng merupakan keniscayaan bagi para remaja yang secara psikologis menginginkan adanya pengakuan akan keberadaan mereka. Sehingga sangat relevan jika keinginan atas pengakuan tersebut mereka wujudkan dalam bentuk aktivitas fisik, salah satunya dengan melakukan klithih. Bagi mereka klithih merupakan salah satu bentuk pertemanan (friendship) yang menandakan nilai dan ikatan diri.

Berkembangnya perilaku klithih sebagai suatu pilihan untuk menunjukkan eksistensi diri bagi remaja juga dipengaruhi oleh perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Tidak bisa kita pungkiri efek dari globalisasi, di mana salah satunya ditandai dengan keterbukaan media melalui media daring (IT) menjadi salah satu kontributor maraknya aksi-aksi penyimpangan di ranah publik. Aksesibilitas informasi yang begitu cepat dan tanpa batas, pada satu sisi membawa efek negatif bagi preferensi sosial seseorang maupun entitas sosial masyarakat. Mereka yang tidak mampu mencerna dan memilih informasi yang dibutuhkan akan cenderung taqlid dan menjadi suatu kebutuhan untuk dilakukan, tidak terkecuali sebagai bentuk pelampiasan atas sebuah eksistensi diri. Dan keberadaan klithih bukan tidak mungkin diawali oleh informasi-informasi hanya memberikan kebanggaan sesaat.

Pemerintah daerah maupun aparat kepolisian harus segera mengambil tindakan tegas atas perilaku menyimpang ini, jangan sampai kasus-kasus vandalisme dan kriminalitas yang diakibatkan oleh perilaku klithih menjadi momok bagi masyarakat. Karena jika hal ini tidak segera diatasi maka bukan tidak mungkin akan memicu konflik sosial dalam skala yang lebih besar, di mana kemudian muncul aksi kekerasan massa sebagai bentuk kekesalan publik atas oknum klithih. Penanganan atas persoalan ini harus dilakukan melalui pendekatan sosiologis maupun psikologis, agar formulasi kebijakan penanganan mampu dilakukan dengan baik dan tepat sasaran. Mengingat para pelaku klithih secara umum adalah para remaja yang masih duduk di bangku sekolah.

Semua elemen harus sadar dan menyadari adanya perubahan sosial dalam tatanan sosial, tidak terkecuali tatanan sosial pada masyarakat Yogyakarta. Fenomena sosial ini merupakan suatu keniscayaan yang harus diperhatikan dan disikapi dengan bijak. Publik secara nyata menghadapi vandalisme sosial dan kriminalitas yang diakibatkan oleh perilaku tidak bertanggung jawab, oleh karena itulah diperlukan adanya perubahan mindset dan perspektif untuk mencegahnya.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB