opini

Waspadai Peredaran Obat Ilegal

Rabu, 21 September 2016 | 19:45 WIB

BELUM pulih luka kita pascakasus vaksin palsu beberapa waktu yang lalu, masyarakat sudah kembali dikagetkan dengan temuan BPOM DIY terhadap 10 item obat ilegal yang rata-rata berupa anesthesi lokal (obat bius) di Mranggan Mlati Sleman (KR, 15/9). Obat impor dari Meksiko tersebut tidak memiliki izin edar dan pemasarannya dilakukan secara online.

Obat bisa dikatakan ilegal di antaranya apabila tidak memiliki izin edar, palsu, ataupun tidak memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan (substandar). PP Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan menyebutkan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi atau diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan serta hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar. Kaitannya dengan obat impor, Peraturan Kepala BPOM Nomor 27 tahun 2013 menyebutkan bahwa pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan ke dalam dan dari wilayah Indonesia hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai importir atau eksportir serta harus memiliki izin sesuai ketentuan perundangan. Dalam kasus penemuan obat ilegal di DIY, pelanggaran terjadi karena obat tidak memiliki izin edar dan perusahaan distributor tidak memiliki izin usaha sebagai gudang distributor obat-obatan.

BPOM telah melakukan serangkaian pengawasan terhadap produk obat yang beredar. Pengawasan pre-market ditujukan untuk memastikan bahwa syarat keamanan, mutu, dan khasiat produk dapat dipenuhi sebelum obat memperoleh izin edar. Setelah produk beredar, BPOM melakukan post-market control yang salah satu tujuannya untuk melihat konsistensi keamanan, mutu, dan informasi produk melalui sampling terhadap obat yang beredar. Itu berarti obat ilegal yang beredar sebelum memiliki izin edar, luput dari proses pre-market evaluation BPOM.

Negara Berkembang

Selama kurun waktu tahun 2005-2009 telah ditemukan kasus obat tanpa izin edar sebanyak 413 item dan obat palsu sebanyak 118 item (BPOM, 2009). Selain itu, WHO memprediksi peredaran obat ilegal termasuk palsu di beberapa negara berkembang di wilayah Afrika, sebagian Asia Selatan, dan sebagian Amerika Latin sebesar 20-30%, sedangkan di wilayah Asia lainnya sebesar 10-20%. Sementara itu, pada periode Januari-Juni 2016 BPOM telah mengidentifikasi 17 merek obat ilegal termasuk palsu yang didominasi oleh golongan vaksin, serum anti tetanus, dan obat disfungsi ereksi (BPOM, 2016).

Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terkait semakin maraknya peredaran obat ilegal di tanah air. Pertama, erat kaitannya dengan era perdagangan bebas, Indonesia ikut andil dalam perjanjian kerja sama ekonomi internasional di antaranya ASEAN Free Trade Area (AFTA), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dan telah terjadi kesepakatan antara Uni Eropa dan Indonesia untuk mulai membicarakan perdagangan bebas.

Kedua, serangkaian promosi dan transaksi yang bersifat online sebagai produk kemajuan teknologi ikut menjadi surga bagi peredaran obat ilegal. Media online cenderung diminati karena praktis, tidak terikat ruang dan waktu, serta kerahasiaan transaksi menjadi relatif terjaga. Ketiga, kebutuhan masyarakat terhadap obat murah dapat menjadi lahan subur peredaran obat ilegal. Sebab, obat ilegal cenderung ditawarkan dengan harga lebih rendah daripada obat legal. Keempat, regulasi yang tumpang tindih antarlintas sektor dapat mengakibatkan tindak lanjut dan rekomendasi sanksi terhadap kasus obat ilegal menjadi kurang optimal.

Sanksi Tegas

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB