KRjogja.com - SEORANG jurnalis dan 3 anggota keluarganya di Medan, Sumatera utara dilaporkan tewas akibat insiden rumahnya dibakar pada akhir Juni lalu. Kebakaran yang menewaskan wartawan Tribrata TV tersebut diduga akibat pemberitakan kasus judi online yang melibatkan oknum anggota TNI. Wartawan Kompas TV dan sejumlah sejumlah jurnalis mengalami pemukulan saat meliput sidang vonis Syahrul Yasin Limpo mantan Menteri pertanian pada pertengahan Juli lalu. 2 kasus kekerasan terhadap jurnalis dalam kurun 2 bulan berturut turut tersebut menambah daftar panjang potret kelam kebebasan pers di Indonesia.
Dalam mengawal tegaknya demokrasi, insan pers di Indonesia masih dalam bayang bayang kekerasan sekalipun sejak tahun 1999 sudah ada undang undang Pers yang mengatur tentang perlindungan jurnalis dalam melakukan tugas jurnalistik.
Dari data Dewan pers, sepanjang tahun 2024 per bulan Juni setidaknya ada 28 laporan tindak kekerasan kepada jurnalis saat melakukan tugas jurnalistik. Data tersebut tidak jauh berbeda dari Aliansi Jurnalis independent yang menerima 33 laporan kekerasan terhadap jurnalis kurun waktu januari hingga Juli 2024. Kebebasan pers dan perlindungan wartawan memiliki kausalitas yang sangat erat. Ketika menjalankan tugas jurnalistik masih banyak jurnalis justru mendapatkan represi, kriminalisasi, pelaporan pada pihak kepolisian, doxing, terror, serangan fisik, hingga ancaman pembunuhan.
Baca Juga: Wamen ATR/Waka BPN Dampingi Presiden Jokowi Resmikan Jembatan Pulau Balang
Berkaca dari kondisi tersebut, situasi kebebasan pers di Indonesia perlu dipertanyakan, bagaimana komitmen pemerintah dalam menjaga penegakan hukum untuk menciptakan iklim kebebesan pers yang sehat?
Indeks kebebasan pers menjadi indikator iklim demokrasi disebuah negara. Jika kebebasan pers sebuah negara rendah, bisa mengindikasikan satu simpton dari suatu negara yang demokrasi dan kebebasan ekspresinya juga terbatas. Sayangnya indeks kebebasan pers di Indoesia terus merosot, jika tahun 2023 lalu indeks kebebasan pers indonenesia menduduki peringkat 108 dari 180 yang di survey, tahun 2024 ini indeks kebebasan pers Indonesia menduduki posisi 111.
Data yang dirilis oleh Reporters Without Borders (RSF), Indonesia memperoleh skor 51,15 pada Indeks Kebebasan Pers Dunia 2024, menurun dari 54,83 dari tahun 2023 lalu. Kebebasan pers (freedom of the press) merupakan kebebasan berkomunikasi dan berkekspresi melalui media massa (John C. Nerone).
Baca Juga: Wow.. Aura Kasih Kembali Berakting
Di Indonesia kebebasan pers memiliki landasan hukum diantaranya Undang - Undang dasar 1945, Undang- Undang penyiaran tahun 2002, serta UndangUndang No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jaminan kebebasan pers tersebut tertuang dalam pasal 4 yang menyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara; terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran; pembredelan atau pelarangan penyiaran; untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi; dan hak tolak sebagai bentuk pertanggungjawaban pemberitaan.
Berbagai regulasi baik dari pemerintah maupun organisasi pers tersebut nampaknya belum membuahkan hasil yang maksimal dalam melindungi jurnalis dari praktik kekerasan yang dialami saat melakukan tugas jurnalistik. Mitigasi kekekerasan terhadap jurnalis hanya satu dari sekian faktor yang menjadi tantangan untuk mewujudkan kebebasan pers. Di Indonesia independensi media masih dipertanyakan mengingat konsentrasi mayoritas pemilik media mainstream yang terhubung langsung dengan partai politik atau oligarki media.
Baca Juga: Cegah Kecurangan, Bawaslu Luncurkan 'Ayo Nyawiji Ngawasi' Pilkada Bantul
Tidak hanya itu, krisis kebebasan pers juga terlihat dari data Aliansi Jurnalis independent yang mencatat adanya pemutusan hubungan kerja pada jurnalis masih tinggi serta upah layak bagi jurnalis yang belum merata.
Jaminan keamanan dan keselamatan jurnalis menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dari implementasi kebebasan pers. Melihat maraknya kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis dalam beberapa bulan terakhir perlu menjadi perhatian serius semua pihak untuk menegakan regulasi yang ada. Upaya untuk menumbuhkan kesadaran publik tentang proses kerja jurnalis yang dilindungi undang undang saja tidak cukup, penegak hukum perlu mengakhiri impunitas terhadap para pelaku kekerasan terhadap jurnalis agar menimbulkan efek jera.
Baca Juga: BBPOM Yogyakarta Terus Dampingi UMKM Peroleh NIE Pangan Olahan