Ketika diwawancaarai, Juvita sedang menjalankan tugas kementrian pendidikan sebagai fasilitator PGP Nasional Angkatan II di Dasus Raja Ampat. Sebagai guru yang pernah terpilih sebagai guru inovatif Tingkat nasional tahun 2023, ia mengakui bahwa memang nantinya para guru harus di upgrade juga mengenai Ai. “Siswa sekarang sudah banyak bergaul dengan Ai, sehingga guru perlu untuk belajar juga” katanya siswa.
Pengalamanya menjadi fasilitator di Raja Ampat membukakan pintu pengalaman yang menarik. Guru-guru di Raja Ampat meskipun dalam keterbatasan fasilitas, namun semangat mengabdi mereka luar biasa. Ini yang menjadikannya makin membuka wawasan saya, dan dalam diskusi mereka juga kreatif. Dalam transpotasi saja, karena infrastuktur terbatas sehingga harus menggunakan perahu untuk berhubungan dengan pulau sekitar. “Tapi mereka hebat, selalu semangat” tambahnya.
Hal senada juga dilakukan oleh Arifin S.Ag, MPd.I, MBA tantangan menjadi guru saat ini, di era teknologi yang makin canggih, tentu tidak mudah. Apalagi SMA N II Wonosari Gunungkidul dimana ia mengajar bukan daerah yang kaya. Kondisi geografis wilayahnya tidak seperti yang ada di kota besar.
Masalah-masalah sosial emosional di daerah ia mengajar, masih terasakan. Di daerahnya mayoritas masih dari keluarga petani, sehingga kesadaran sosialnya masih belum seperti diharapkan. Misalnya saja datang terlambat dengan berbagai alasan sudah sering dihadapi.
Gunungkidul memang daerah perbukitan, sehingga sering masalah transportasi menjadi kendala.Namun demikian untuk mengatasi hal tersebut, sebagai koordinator guru pengerak ia sering mengajak bicara denga siswanya dari hati kehati.
“Saya hanya meyadarkan pentingnya pendidikan. Sehingga bagaimana mereka harus menjadi sosok siswa disiplin saya tekankan” katanya.
Sebgai guru agama, Arifin sangat menyadari hal tersebut. Sehingga masalah-masalah pendekatan kepada siswa, selalu ia tekankan. Mengenai guru yang baik, ia percaya semua bergantung pada mindset masing-masing guru. Kurikulum apapun yang digunakan, sepanjang mindsetnya sebagai pendidik ia yakin guru akan tetap melaksanakan.
Ada resepnya untuk menjadi guru yang berhasil, yakni sekecil apapun harus punya inovasi. Mulai dari inovasi kelas, kemudian berlanjut menjadi lebih besar. Karena itulah, untuk mendukung hal tersebut seorang guru hendaknya selalu belajar. Hidup memang harus selalu belajar. Misalnya dari aplikasi Canva saja sudah beragam, sebagai contoh untuk mengajar sehingga siswa juga akan belajar dari gurunya.
Inovasi semacam inilah, juga telah dilakukan oleh Laily misalnya ia memberikan kode bintang, untuk grade pembelajaran bahasa Inggris dengan tanda bintang 1 sampai 3. Hal ini dilakukan, karena muridnya beragam, ada yang termasuk tuna daksa. Inovasi semacam ini berhasil membuat pengajaran lebih mudah. Bahkan ada saiswa yang masuk grade Bintang 2 ingin ke 3, dengan alasan bosan. Ini motivasi menarik.
Dengan sistem kesadaran semacam inilah, maka siswa yang merasa tertantang untuk bisa lebih banyak. Bahkan termasuk membangkitkan semangat murid yang tuna daksa tersebut.
Guru-guru di darah, juga sangat inovatif memanfaatkan teknologi. Seperti dilakukan Rina Harwati S.Pd, M.Pd guru mapel bahasa Indonesia yang juga Waka Kurikulum MTs N 6 Bantul. Ia menciptakan aplikasi untuk belajar bahasa Indonesia bernama Bebasin Asa ( Belajar Bahasa Indonesia Asyik Senang dan Aktif). Metode yang ternyata sangat menarik siswa, dipadukan dengan penggunaan teknologi saat pembelajaran SQ3R (Survey Question, Read, Recite dan Review). Namun semuanya, dipadukan dengan aplikasi lain yang diguakan untuk KBM dan asesmen atau penilaian yang diberi nama JMD (Jogja Madrasah Digital).
Intinya, membuat belajar lebih asyik dengan tak meninggalkan teknologi yang makin berkembang dengan bijak.
“Memang tak mungkin di era sekarang kita meninggalkan teknologi sama sekali. Siswa bukan sangat mungkin sudah melampaui gurunya dalam hal teknologi” kata Bekti Lestari S.Pd, M. Pd guru Mapel IPAS di SMKN1 Pengasih Kulonprogo.
Namun yang harus diberikan perhatian serius, adalah masalah karakter. Tantangan para guru sekarang adsalah bagaimana membentuk karakter siswa . Yakni agar niai-nilai kepedulian, kejujuran, semangat serta daya juang itu tetap mereka miliki. Persaingan mendatang tentu akan lebih keras, sehinga daya juang ini sangat perlu mereka miliki. “Jangan menjadi sosok instan yang tidak punya daya juang sama sekali” katanya.
Perjuangan para pendidik anak bangsa ini, tentu bisa menjadikan gambaran betapa bernilai insan pendidik, berinovasi agar mampu menciptakan generasi cerdas. Untuk mewujudkan Indonesia Maju menuju Indonesia Emas 2045. (Ioc)