opini

Bangkitnya AI, Sang Penyelamat atau Perusak?

Sabtu, 17 Mei 2025 | 09:30 WIB
Muhammad Rheyza Perdana Kusuma Hasan (istimewa)

Bangkitnya AI, Sang Penyelamat atau Perusak?

Oleh: Muhammad Rheyza Perdana Kusuma Hasan

 

Selamat datang di era digitalisasi. Revolusi industri 4.0 memang mengguncang bumi yang semakin menua dengan teknologi yang berbunga-bunga. Jika kita memejamkan mata sejenak, lalu membayangkan hidup di zaman kolonial, mungkin era ini adalah bayangan masa depan yang penuh kecanggihan. Setiap langkah kita selalu dihantui oleh kabar teknologi yang juga semakin maju.

Pernahkah kita berpikir betapa hebatnya isi dari smartphone yang selalu lengket dari genggaman tangan ini? Tentu saja, itulah kekuatan dari AI atau Artificial Intelligence yang saat ini menjadi maskot dari perkembangan teknologi di jagat raya. Berdasarkan graduate.binus.ac.id, istilah AI pertama kali muncul tahun 1956 dalam Konferensi Dartmouth, meski pada 1900 muncul filsuf seperti George Boole, A. N. Whitehead, dan Bertrand A. W. Russel yang menciptakan teori-teori matematika sebagai landasan mesin komputer atau kecerdasan buatan.

AI mulai melangkah bangkit pada tahun 1990-an, setelah mengalami masa kelam dari tahun 1970-an. Dikemukakan oleh aici-umg.com, kemenangan komputer Deep Blue milik IBM atas Garry Kasparov pada juara catur dunia mencatatkan sejarah AI bahwa mesin bisa mengalahkan strategi manusia. Tak berhenti di sana, karena pada tahun 2022, dunia maya digegerkan dengan AI berbentuk chatbot yang dikenal dengan ChatGPT. OpenAI sebagai pencetus ChatGPT (Generative Pre-training Transformer) berhasil membuat para penikmat era 4.0 tersenyum puas.

Baca Juga: Warga Karangrau dan Tribhata Banyumas Geruduk Kantor Kecamatan Sokoraja, Terkait Legalitas Perumahan Sapphire Mansion

Bagaimana tidak, AI ini memiliki sistem memahami dan memproses hingga menjawab pertanyaan manusia melalui konteks ucapan maupun tulisan. Layaknya sihir, apa saja yang kita inginkan akan terwujud dalam hitungan detik. Artikel berita, surel, tabel, jawaban narasi, poin-poin, hingga puisi dapat diciptakan dengan sekejap mata.

Tak hanya ChatGPT, chatbot lain seperti Gemini AI dan Microsoft Copilot turut menyusul seakan ingin menduduki kursi tahta yang tak bersaing itu. Adanya spesifikasi dewanya AI khususnya chatbot menghipnotis jagat maya. Para penghuni internet berbondong-bondong mencicipi lezatnya menggunakan chatbot untuk berbagai keperluan mereka. Saat itu juga, tugas-tugas sekolah bukan lagi beban bagi siswa. Mahasiswa juga menjalin kesepakatan dengan AI chatbot karena kemudahan akses dan hasilnya yang memuaskan. Meski tidak seutuhnya menghasilkan jawaban yang akurat, tak dapat dipungkiri AI-AI tersebut membantu seluruh umat dalam beraktivitas.

Tak butuh waktu lama, AI menjadi salah satu aplikasi yang paling banyak dikunjungi masyarakat Indonesia. Databoks.katadata.co.id mengungkapkan 10 negara penyumbang kunjungan ke aplikasi AI terbanyak pada 2023, hasilnya Indonesia berada di peringkat ketiga dengan jumlah 1,4 miliar kunjungan ke platform AI, tepat di bawah Amerika Serikat (5,5 miliar) dan India (2,1 miliar). Pada data tersebut juga diungkapkan oleh WriterBuddy bahwa chatbot ChatGPT menjadi yang paling laris digunakan dengan 14,6 kunjungan di seluruh dunia. Lantas, bagaimana dengan pemanfaatan AI tersebut oleh masyarakat kita?

Baca Juga: Musda XI Segera Digelar, Partai Golkar DIY Buka Pendaftaran Bakal Calon Ketua Periode 2025-2030

Masyarakat Indonesia bisa dibilang sudah sangat lekat dengan AI. Salah satu laman yang rutin mendata, garuda.website menyimpulkan beberapa data terkait pengguna AI di Indonesia, seperti 92% pekerja kantoran di Indonesia telah menggunakan AI generatif atau chatbot di tempat kerja, di mana hal tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata global (755) dan Asia Pasifik (83%). Jika dibahas sambil minum teh, tentu data tersebut dihasilkan bukan tanpa alasan. Kita tinggal membuka web lalu mengetik chatbot yang diinginkan, memasukkan pertanyaan serandom apa pun itu dan dengan santai menunggu jawaban dari AI.

Kemudahan ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin, meskipun tanpa disadari dengan adanya AI yang membantu pekerja kantoran menyelesaikan kerjaannya, itu berarti AI dapat mengerjakan pekerjaan tersebut. Maka, dalam kata lain AI mampu menyelesaikan tugas yang sebenarnya diberikan oleh manusia.

AI memang menjadi langit cerah bagi pekerja sekaligus mimpi buruk yang selalu mengelilingi pikiran. Explodingtopics.com merangkum data mengenai AI yang menggantikan manusia, di antara dari Goldman Sachs via BBC yang menjelaskan bahwa AI dapat menggantikan 300 juta pekerjaan yang berarti mewakili 9,1% dari seluruh pekerjaan di dunia. Namun, potensi kehilangan pekerjaan ini tidak merata, di mana yang rentan diotomatisasi melalui perangkat AI generatif adalah penulisan, fotografi, pengembangan perangkat lunak, dan pekerja kantor lainnya.

 

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB