opini

Bantuan Subsidi Upah (BSU)

Senin, 21 Juli 2025 | 07:51 WIB
Dr. Suparmono.

KRjogja.com - BANTUAN SUBSIDI UPAH (BSU) menargetkan 13 juta pekerja aktif sebagai bentuk keberlanjutan bantuan pemerintah bagi pekerja yang terdampak ekonomi. Harapan lainnya adalah kenaikan daya beli pekerja sektor formal berpenghasilan di bawah Rp 3.500.000 serta sebagai insenif pertumbuhan ekonomi nasional. BSU memberikan kelegaan jangka pendek membantu memenuhi kebutuhan dasar, apalagi diberikan akan dimulainya tahun ajaran baru sekolah. Nilainya paling tidak 12 persen per bulan selama dua bulan dari upah minimum regional. Setelah itu kembali ke kondisi semula.

Ibarat orang sakit parah, diberikan obat penghilang rasa sakit yang berefek sesaat, tapi tidak menyembuhkan, itulah BSU. Pekerja yang memenuhi syarat tetapi tidak menerima BSU pekerja lepas, buruh harian, dan karyawan kontrak, dan pekerja mandiri yang tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Bisa dikatakan kelompok ini lebih membutuhkan karena pendapatan mereka sangat tidak pasti dan jumlahnya berfluktuasi.

Tidak sedikit pula pekerja yang memenuhi kriteria untuk menerima bantuan subsidi, tapi justru tidak menerima. Bahkan pekerja yang sudah mendapatkan notifikasi menerima, lalu tiba-tiba berubah menjadi tidak berhak menerima. Ini menjadi sensitif bagi kelompok pekerja dengan penghasilan rendah. Penjaringan data layak penerima sebaiknya tidak hanya dari BPJS ketenagakerjaan, tapi dari data pedukung lain misalnya Data DTKS (Daflar Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang dipakai untuk Program Keluarga Harapan (PKH). Unit terkecil unsur Masyarakat ditingkat RT dan RW serta Kalurahan, justru memiliki akurasi data yang lebih baik.

Baca Juga: BMI Tutup Munas Pertama dengan Refleksi Kebangsaan di Yogyakarta

Selain itu, BSU sebaiknya tidak menciptakan ketergantungan atau “dijagakne”. Efek terhadap pegeluaran negara tidak sedikit, tapi dampaknya tidak terlihat, apalagi bila uang tersebut digunakan untuk kegiatan negative, misalnya judi online. Bayangkan bila 13 juta pekerja diberikan 600 ribu, tidak kurang 7,8 trilyun dana yang dibutuhkan. Ibarat lingkaran setan kemiskinan, pemerintah selalu menggunting lingkaran itu dari sisi pendapatan.

Harusnya dari sisi yang lebih produktif, yaitu meningkatkan produktivitas dalam bentuk kualitas SDM. Peningkatan kualitas SDM dapat meningkatkan pendapatan pekerja, kenaikan ini akan dapat digunakan untuk meningkatkan investasi bagi keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Ini jauh lebih penting daripada sekedar meningkatkan pendapatan sesaat saja

Selain itu, BSU bisa jadi menimbulkan distorsi di pasar tenaga kerja. Perusahaan mungkin enggan menaikkan upah karena tahu pekerja mereka sudah mendapat bantuan dari pemerintah. Alih-alih mendorong kenaikan upah yang sehat, kebijakan ini malah bisa menjadi alasan bagi pengusaha untuk mempertahankan gaji rendah.

Baca Juga: Festival Cokelat Nglanggeran 2025 Hadirkan Lomba Olahan Cokelat untuk Dorong Produk Lokal

Lalu bagaimana sebaiknya bantauan ini, sebagaimana bantuan-bantuan sosial lainnya diperbaiki. Satu data yang bisa mewadahi penerima layak dari berbagai jenis kriteria bantuan harus disinkronisasi. Jangan sampai pekerja yang layak menerima, tapi terabaikan karena tidak tercakup dalam data administrasi yang pemerintah bentuk. Bantuan yang tepat sasaran tidak dilatarbelakangi kepentingan dan motif politis pemerintah mesti dipastikan, karena ini merupakan hak Masyarakat dan bukan milik kelompok politik tertentu.

Pengaduan masyarakat terhadap kerentanan penyaluran dana bantuan, perlu menjadi pertimbangan dan perbaikan kedepannya.

Tidak kalah pentingnya adalah, bagaimana bantuan-bantuan yang diberikan tersebut, yang nilainya tidak kecil bila diakumulasikan, diperhitungkan dampak produktifnya. Bantuan sosial, bantuan PKH, bantuan subsidi upah, atau apapun nama bantuan yang telah pernah diberikan, janganlah menjadi kewajiban rutin dari pemerintah pada setiap periode tanpa memperhitungkan dampak dan kelemahannya yang bersifat tidak adil terhadap kelompok rentan kesejahteraan. Berikan pancingnya, siapkan pula ikan dalam kolamnya, ajak yang mampu terlibat didalamnya. (Suparmono, Ketua STIM YKPN Yogyakarta, Peneliti Senior Sinergi Visi Utama Consulting, Pengurus ISEI dan Kafegama DIY)

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB