Jalan ke Depan
Polemik ini mengundang kita berefleksi:
Pertama, komunikasi publik yang jernih: pemerintah harus segera merilis versi lengkap setiap pidato penting di kanal resmi, agar publik tidak mudah terjebak pada potongan hoaks. Kecepatan klarifikasi adalah kunci.
Kedua, pendidikan tidak bisa sepenuhnya disandarkan pada APBN. Dunia usaha, masyarakat sipil, bahkan komunitas keagamaan perlu ikut terlibat melalui dana abadi, beasiswa, maupun pendampingan moral.
Ketiga, penguatan literasi digital: guru perlu diberi bekal untuk menanamkan literasi digital pada generasi muda. Anak-anak harus diajari bagaimana menyaring informasi dan berpikir kritis sebelum percaya.
Dari Beban Menjadi Harapan
Bung Karno pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Kata-kata ini relevan dengan tantangan pendidikan kita. Musuh kita bukan lagi penjajah asing, melainkan ketidakpedulian, kebodohan, dan manipulasi informasi.
Guru berada di garis depan perjuangan ini. Mereka tidak boleh dipandang sebagai beban negara, melainkan sebagai harapan yang menyelamatkan masa depan bangsa. Tugas kita adalah memastikan para guru mendapatkan penghargaan yang layak.
Untuk mencapai Indonesia Emas pada 2045, guru berperan sebagai cahaya bangsa. Tugas kita untuk menjaga agar cahaya itu tidak pernah padam. (Bernardus Agus Rukiyanto, Dosen Universitas Sanata Dharma)