opini

Senja di Kampus Swasta

Rabu, 12 November 2025 | 02:00 WIB
Dr Junaidi,S.Ag.,M.Hum.,M.Kom.


KRjogja.com - KETIKA PTN tumbuh menjadi menara gading di Republik Indonesia dan PTS dibiarkan tenggelam dalam sunyi kesepian, maka pendidikan kita bukan lagi jalan pencerahan mobilitas sosial, tetapi cermin paradoks ketimpangan baru dunia pendidikan tinggi. Ironisnya lagi potret buram dari Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan dari seluruh penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun, hanya 10,20% yang menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi. Bandingkan dengan Singapura, yang memiliki angka pendidikan tinggi mencapai 91.09%, negara Malaysia (43%) dan Thailand (49,29%).

Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) tahun 2024, di Indonesia memiliki lebih dari 9,8 juta jumlah mahasiswa Indonesia aktif yang sebagian besar tersebar di PTN dan PTS dan perguruan tinggi keagamaan (PTK). Ironisnya dari jumlah yang sangat fantastis tersebut lebih dari 60 persen mahasiswa kita berada di PTS. Ironis dan fakta bahwa kampus swasta hidup dari sumber keuangan utama yaitu biaya kuliah mahasiswa (SPP/UKT) dan bentuk kerjasama secara eksternal. Boleh jadi tidak ada dana subsidi negara untuk operasional rutinitas, bantuan listrik dan sebagainya. Sementara biaya tetap meningkat setiap tahun baik gaji dosen, pemeliharaan gedung dan digitalisasi pembelajaran. Bahkan yang paling memberatkan adalah biaya akreditasi program studi melalui sistem LAM (Lembaga Akreditasi Mandiri).

Baca Juga: Redenominasi Rupiah Bakal Diterapkan Kapan?

Kampus-kampus PTS yang dahulu penuh sesak dengan mahasiswa kini step by step menjadi lebih sepi, senyap dan sunyi. Sebuah pertanda penurunan jumlah pendaftar mahasiswa baru yang mendaftar di PTS secara signifikan. Solusi apakah yang dapat dilakukan atas fenomena gunung es di PTS ini. Artinya, PTS di Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dalam beberapa tahun terakhir. Secara kwantitas Indonesia memiliki 4.397 perguruan tinggi yang aktif. Mayoritas dari jumlah tersebut diantaranya merupakan PTS.

Berkurangnya jumlah mahasiswa sangat berdampak langsung pada kondisi finansial PTS yang mayoritas sangat bergantung terhadap ‘investor’ uang kuliah mahasiswanya. Jika jumlah mahasiswa terus meroket turun, maka opersional kampus menjadi sulit untuk dipertahankan. Di sini, tumbuhkembangnya peningkatan daya saing akademik menjadi faktor mendasar dalam mempertahankan eksistensi PTS. Program studi yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja terutama berorientasi digitalisasi, teknologi, dan ilmu terapan harus lebih banyak ditawarkan. Termasuk peningkatan kualitas dosen melalui pelatihan dan sertifikasi internasional untuk meningkatkan reputasi akademik.

Institusi yayasan sebagai badan penyelenggara memiliki peran yang cukup signifikan dalam menjaga marwah keberlanjutan PTS. Setidaknya yayasan juga harus memastikan bahwa finansial kampus tetap stabil dengan mencari sumber pendapatan tambahan di luar uang kuliah mahasiswa. Hal ini bisa dalam bentuk hibah penelitian, donasi, kerjasama dunia usaha dan industri. Yang tidak kalah penting adalah yayasan bertanggungjawab mengelola sumber daya manusia, optimalisasi aset dan investasi yang meningkatkan daya keuangan dalam jangka panjang.

Baca Juga: KPK Bakal Terbang ke Arab Saudi untuk Usut Korupsi Kuota Haji

Di teropong dari sisi geografis mengindikasikan bahwa dominasi di pulau Jawa, PTS yang aktif mencapai 1.428 jika kita bandingkan dengan PTN hanya 49 saja. Kalkulasi sebaran ini menunjukkan bahwa PTS sangat dirindukan kehadirannya di Indonesia terutama bagi masyarakat yang tidak dapat masuk PTN karena faktor keterbatasan penerimaan mahasiswa.

Problematika perguruan tinggi di Indonesia perlu adanya rancangan Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional untuk memasukkan soal intervensi pemerintah dalam hal beban pembiayaan pendidikan tinggi. Di sisi lain, muncul kesenjangan sistemik antara PTN dan PTS serta perguruan tinggi kedinasan. Setidaknya, kesenjangan tersebut bisa dibaca pada dua aspek prioritas yakni pembiayaan dan sistem penerimaan mahasiswa.

Tanpa adanya langkah-langkah strategis terhadap ancaman, tantangan dan rintangan di PTS secara cepat dan tepat, maka boleh jadi cepat atau lambat gelombang penutupan PTS bisa berubah menjadi krisis yang mengancam masa depan pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, ini buknalah akhir dari sebuah momentum tetapi barometer untuk bangkit PTS yang memiliki peran krusial dalam mencetak SDM unggul untuk merekonstruksi bangsa dan negara. Peranan yayasan sangat dibutuhkan menjadi kunci utama dalam memastikan keberlanjutan dan daya saing PTS di Indonesia. Kini saatnya bahu membahu antara pemerintah, industri dan akademisi bersinergi lebih kuat menciptakan solusi dan inovasi. Semoga!(Dr.Junaidi,S.Ag.,M.Hum.,M.Kom)

 

 

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB