opini

Hari Juang Kartika TNI AD, Kemenangan Gemilang TKR dalam Pertempuran Ambarawa

Senin, 15 Desember 2025 | 14:09 WIB
Dr. Drs. Djoko Susilo S.T.,M.T.

KRjogja.com - DELAPAN puluh enam tahun yang lalu, tepatnya tanggal 15 Desember 1945 di Ambarawa, Jawa Tengah berakhir pertempuran hebat antara tentara Sekutu (Inggris) yang diboncengi Belanda melawan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang didukung para Pejuang.

Selama ini, aksentuasi pembahasan peristiwa tersebut selalu menonjolkan tugas tentara Sekutu yang diemban oleh pasukan AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) di Indonesia, yaitu hanya melucuti pasukan Jepang dan memulangkan ke tanah air mereka serta membebaskan warga negara Sekutu yang ditawan Jepang dalam Perang Pasifik, termasuk di daerah Ambarawa dan Magelang, padahal telah ada rencana besar yang terselubung. Rencana besarnya, yaitu Belanda ingin kembali bercokol di Indonesia sesuai perjanjian di Postdam oleh para Sekutu dan perjanjian di Chequers antara Inggris dengan Belanda.

Dengan semangat juang yang tingi ditopang oleh kesucian hati, TKR (Tentara Keamanan Rakyat) bersama masyarakat berhasil dengan gemilang menggagalkan rencana besar sekutu tersebut di Ambarawa. Sangatlah menarik kiranya apabila digali lebih mendalam tentang Strategi dan taktik Sekutu dihadapkan dengan strategi dan taktik yang digunakan oleh TKR.

Untuk menghadapi Jepang dalam Perang Pasifik yang merupakan bagian dari Perang Dunia II, Sekutu membentuk dua komando utama, yakni South West PacificCommand (SWPC) dan South East Asia Command (SEAC). Wilayah Indonesia dimasukkan ke dalam operasi SEAC dan dibentuk komando khusus sebagai bawahan SEAC, yakni Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Komando ini beranggotakan pasukan Inggris dan pasukan India yang ketika itu merupakan jajahan Inggris.

Menjelang keberhasilan pasukan Sekutu, di Postdam pada bulan Juli 1945 dilaksanakan perjanjian yang disebut dengan 'Perjanjian Postdam', intinya, bahwa setelah Perang Dunia II selesai dan tentara lawan (Jepang dan Itali) kalah, maka negara jajahan yang pada saat ini dikuasai oleh tentara lawan akan dikembalikan kepada penjajah sebelumnya. Sesuai dengan perjanjian tersebut mengandung arti, bahwa Indonesia yang pada saat itu dikuasai oleh Jepang, setelah perang berhasil dan menang, maka Indonesia akan dikembalikan lagi kepada penguasa sebelumnya, yaitu Kerajaan Belanda.

Sebagai kelanjutan dari Perjanjian Postdam, dan telah diperolehnya kemenangan pasukan Sekutu atas Jepang yang menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 agustus 1945, maka pada tanggal 24 Agustus 1945 diadakan perjanjian di Chequers (sebuah kota kecil dekat London), disebut 'Civil Affairs Agreement', yang inti perjanjiannya bahwa Inggris yang merupakan bagian dari pasukan Sekutu mengakui sepenuhnya kedaulatan Belanda di Indonesia yang tidak boleh disentuh oleh tentara pendudukan (Jepang), dan Inggris akan membantu pengembalian pemerintahan Belanda di Indonesia sesuai dengan hasil Perjanjian Postdam.

Perjanjian Postdam dan Chequers sangat rahasia dan terbatas, tidak pernah diketahui oleh Indonesia hingga pasukan Sekutu mendarat, sehingga diawal kedatangan pasukan Sekutu, bangsa Indonesia tidak menaruh curiga.

Dalam waktu relatif bersamaan, yang dimulai tanggal 29 September 1945, pasukan sekutu sebanyak empat divisi mulai mendarat di Indonesia. Brigade Bethel dari Divisi India XXIII ditumpangi personel NICA (Netherlands Indies Civil Administration) bersenjatakan lengkap dan modern yang telah dipersiapkan untuk mendirikan pemerintahan sipil Belanda di Indonesia mendarat di Semarang dan selanjutnya bergerak menuju Ambarawa dan Magelang.

Terbukti, bahwa Belanda sempat mendirikan pemerintahan sipil yang personelnya telah dipersiapkan dan dari bekas personel Belanda yang ditawan Jepang serta membuat kekacauan. Saat itu, mulailah babak baru bagi bangsa Indonesia berperang melawan Sekutu untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan 17 Agustus 1945. Di seluruh wilayah Indonesia menjadi medan pertempuran heroik yang menentukan melawan Sekutu dan Belanda. Satu di antara medan pertempuran tersebut adalah Ambarawa yang kemudian dikenal dengan 'Palagan Ambarawa'.

Di Magelang, Sekutu mendapat perlawanan, khususnya oleh Batalyon Ahmad Yani. Sekutu secara diam-diam pada tanggal 21 Nopember 1945 pukul 16.00 mundur dari Magelang, pasukan Sekutu bergabung dengan yang berada di Ambarawa dan warga Belanda bekas tawanan yang dipersenjatai, maka pasukan Sekutu semakin besar. Selama perjalanan sering mendapatkan gangguan dari pasukan Angkatan Darat dan rakyat pejuang, sehingga timbul korban yang cukup besar di kedua belah pihak.

Untuk menghadapi pasukan Sekutu yang berlipat ganda, maka TKR mendatangkan pasukan dari berbagai daerah; Purwokerto, Yogyakarta, Salatiga, dan daerah lainnya. Juga dikerahkan pasukan nonmiliter; Tentara Rakyat Mataram (TRM) beserta laskar wanitanya, Barisan Polisi Istimewa (BPI), dan berbagai Badan Perjuangan. Mereka berjuang secara bersama-sama, dengan tulus ikhlas, tanpa pamrih pribadi, penuh kepercayaan, dan ditopang dengan kesucian hati.

Gugurnya Komandan Resimen I Divisi V atas nama Letkol Isdiman di kelurahan sebelah Selatan Ambarawa tanggal 28 Nopember 1945, maka para Pejuang semakin gigih mengadakan perlawanan, dan semakin semangat lagi dengan turunnya Panglima Divisi V, Kolonel Sudirman yang langsung mengambil alih komando. Kehadiran Sudirman di tengah-tengah medan laga Ambarawa memberikan spirit baru bagi para komandan satuan dan para pejuang untuk bergerak menggempur pasukan Sekutu di Ambarawa.

Berkat kepemimpinan Sudirman yang lembut, kebapakan, tetapi tegas dalam hal-hal yang prinsip terutama dalam pengambilan keputusan secara cepat, tepat dan teliti, maka Kolonel Sudirman berhasil menciptakan soliditas dan sinergitas diantara pasukan yang berada di Ambarawa.

Sudirman menentukan strategi penghentian pasokan bahan makanan kebutuhan Sekutu dan menghentikan bantuan tenaga manusia untuk keperluan pelayanan Sekutu dengan tujuan untuk memperlemah pertahanannya secara fisik maupun moril sehingga berkurang daya tempurnya. Melihat keberadaan kota Ambarawa yang berada pada tanah berkemiringan dan hamparan Rawa Pening yang luas di sebelah Timur Kota Ambarawa, maka Kolonel Sudirman menggelar tata yudha klasik, 'Supit Urang/Udang'. Penggunaan taktik ini dalam pertempuran adalah mendorong musuh, menekan sekuat-kuatnya, menghimpit kanan-kiri dan memberi jalan selubang jarum untuk mereka lolos keluar pergi dari Ambarawa.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB