Sehingga siswa SMK terbiasa melakukan teamwork untuk berinteraksi langsung dengan konsumen/industry, dengan intensitas yang tinggi. Bahkan tidak jarang mereka akan terbiasa ditolak oleh calon konsumen, atau dikomplain oleh konsumen karena kualitas kinerja atau produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan tuntutan konsumen/pasar. Lebih lanjut, bila berhasil mendapatkan project dari konsumen, maka para siswa harus mampu menyelesaikannya tepat waktu untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Apabila terlambat dari tanggal yang tertera pada surat kontrak, akibatnya para siswa harus siap menghadapi penalti yang besaran Rupiah-nya biasanya diatur pula di dalam surat kontrak.
Di sisi lain, siswa belajar secara konseptual untuk memantik keingintahuan, perspektif global, dan pemikiran kreatif untuk menghasilkan luaran yang bernilai positif dan orisinil. Hal ini akan menciptakan karakter dan softskills yang kuat dan relevan dengan dunia kerja yang sesungguhnya. Dan, lulusan SMK akan memiliki talenta terbaik untuk beradaptasi dengan hal-hal dan tantangan baru, sebagai pembelajar mandiri sepanjang hayat.
Proses di atas merupakan rangkaian panjang dari hulu ke hilir. Jika dibedah lebih dalam, maka PBL akan menciptakan kolaborasi siswa-siswa dari lintas bidang/jurusan, bahkan lintas angkatan, hingga keterlibatan industri.
Dampak Bagi Guru dan Cara Mengajar
Dari paparan diatas, pola PBL jelas akan mendorong semua guru untuk berubah dan berinovasi. Pertama, PBL mendorong guru untuk saling berkolaborasi dengan skema Team Teaching. Kedua, pola PBL menghilangkan sekat-sekat antar mata pelajaran, yaitu masing-masing pengajar mengelola pembelajaran sendiri-sendiri tanpa upaya saling menyesuaikan satu dengan lainnya. Ketiga, pola PBL meng-eliminir para pengajar memberikan penugasan sendiri-sendiri, serta meminimalisasi terjadinya tumpang tindih materi antar mata pelajaran.
Dari sini, tergambar bahwa project yang dihadirkan haruslah berupa kebutuhan riil masyarakat, bukan sekedar project semu yang sifatnya hanya mengejar kelulusan semata. Guru dan siswa sama-sama terlibat aktif dalam mencari berbagai project, bahkan jika perlu guru dan siswa sama-sama terjun ke lapangan dan mengadakan riset awal untuk menemukan permasalahan riil. Kemudian dirumuskan proses kerja dalam menyelesaikan permasalahan, hingga akhirnya menghasilkan produk dan menghilirisasi ke pasar/industry/konsumen/masyarakat.
Model pembelajaran ini tidak hanya fokus pada hasil akhirnya, namun lebih menekankan pada proses bagaimana siswa bisa memecahkan masalah dan akhirnya dapat menghasilkan sebuah produk. Pendekatan ini membuat siswa mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dengan berpartisipasi aktif dalam pengerjakan projeknya. Ini jelas lebih menantang para siswa daripada mereka hanya duduk dan diam mendengarkan penjelasan gurunya, atau sekadar membaca buku kemudian mengerjakan kuis atau tes.
Pada akhirnya, Kurikulum Merdeka dengan PBL-nya akan berbuah optimal jika semua pihak baik industri, dinas pendidikan, kepala sekolah dan siswa, serta seluruh lapisan masyarakat memiliki kesepahaman visi dalam menghadirkan lulusan SMK yang memiliki skill seperti yang hasil temuan WEF, yaitu keterampilan pemecahan masalah yang kompleks, berpikir kritis, kreativitas, skill me-manajemen manusia, dan kemampuan mengkoordinasikan orang lain. (Wikan Sakarinto, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek RI)