Kini, perlukah Sri Sultan Hamengku Buwono X mengirabkan lagi Tombak Kiai Tunggul Wulung? Panji dan tombak tersebut masih tersimpan rapi di Kraton Yogyakarta. Mengingat kepercayaan dan ketaatan masyarakat terhadap simbol-simbol Kraton Yogyakarta masih tinggi, kiranya kirab pusaka Kiai Tunggul Wulung bisa dipertimbangkan ketika ditimpa keresahan mendalam menghadapi wabah Covid-19.
Apabila kirab dapat dilakukan, tentu yang diraih bukan kepercayaan mistik semata seperti pada masa silam. Melainkan penumbuhan sugesti masyarakat Yogyakarta, untuk merasa dan bersikap tidak panik, percaya diri dan kuat, eling lan waspada menjaga kesehatan, pasrah pada yang Maha Esa. Penumbuhan sugesti, menurut teori ilmu kesehatan memiliki andil besar dalam membangun ketahanan imunitas.
Imbauan Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam menahan masyarakat Yogyakarta agar tidak berbuat anarkis dalam aksi Mei 1998, libur pedagang kakilima Malioboro setiap Selasa Wage, memasak sayur lodheh pitung werna masih ditaati. Pengaruh keraton masih tertanam, menjadi kebijakan yang ditaati dan memiliki nilai sakral tersendiri.
Warga merasa dihadiri dan dilindungi raja meskipun dalam bentuk
simbol-simbol.
"Daulat Kanjeng Sultan, mengapa tidak kirabkan lagi Pusaka Kiai Tunggul Wulung keliling Kraton Yogyakarta?â€
dalam menghadapi Virus Korona."
Dr Gunanto Surjono SH MSi
Ahli Peneliti Utama Emeritus Kemensos-LIPI, Sosiolog.