Nada-nada untuk Palestina

Photo Author
- Senin, 25 Juni 2018 | 10:39 WIB

DUNIA tersentak. Razan al-Najar, perempuan relawan kesehatan berusia 21 tahun, tertembak mati tentara Israel saat berlari menuju pagar perbatasan timur kota Gaza dalam upaya menolong korban. Sehari setelah kejadian (Sabtu 2/6), pemakamannya diikuti puluhan ribu rakyat Palestina.

Demonstrasi di Gaza akhir-akir ini berlangsung secara masif sejak Israel memindahkan ibukota di Yerusalem. Pada peristiwa pemakaman Razan, siaran-siaran radio dan televisi Palestina dan beberapa negara sekutunya secara berulang memutar lagu berjudul We Will Not Go Down (2009), karya Michael Heart. We Will Not Go Down adalah satu dari banyak musik yang bercerita tentang Palestina.

Musisi Bernyanyi

Musik memiliki peranan yang besar dalam menyampaikan peristiwa-peristiwa yang tak tersentuh mata dan logika. Mendengarkan musik tersebut, kita dapat sejenak meratapi, meneteskan air mata dan menderas doa untuk Palestina. Adakalanya, musik justru mampu menyentuh perasaan terdalam dibanding foto-foto dan gambar-gambar.

Kisah pengkultusan Yerusalem sebagai ibu kota dari Israel adalah puncak pergolakan di Palestina. Konflik itu membawa korban. Perang bukan semata adu fisik dan kekuatan, tapi ada hal hakiki yang dikorbankan, yakni kemanusiaan dan cinta kasih. Masyarakat dunia tergerak, dan para musisi pun kembali bernyanyi.

Konflik di Gaza dan Yerusalem berpendar menjadi ide terciptanya lirik-lirik bernada. Lagu-lagu itu berisi curhatan hidup. Mengajak pendengar turut merasakan penderitaan masyarakat Palestina. Selain We Will Not Go Down, terdapat beberapa lagu dengan tema serupa. Seperti Palestine Will Be Free oleh Maher Zain, Song For Palestine oleh Pink Floyd, Long Live Palestine oleh Lowkey, Children of War Abdullah Role, Freedom For Palestine One World, dan Forever Palestine oleh Sami Yusuf. Lagu-lagu itu adalah potret yang merekam derita Palestina. Perjuangan para musisi dalam membela Palestina adalah ikhtiar yang sama di kala sastrawan melawan kesewenang-wenangan lewat puisi dan karya sastra.

Musik menjadi katalisator, mendekonstruksi kemonotonan lagu yang berkisah asmara dan cinta-cintaan ala generasi pecandu drama Korea. Musik untuk Palestina tak semata berharap didengarkan sebagaimana lagu pengantar tidur, namun menggerakkan hati untuk turut melihat lebih jauh. Lagu We Will Not Go Down misalnya, dapat diunduh secara gratis, namun pengakses diharapkan dapat memberikan donasi lewat United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). Donasi tersebut diberikan bagi korban perang di Palestina. Lewat musik, gerakan itu dibangun dan terus tumbuh hingga kini. Tak ada salahnya jika musik-musik jenis demikian dapat diproduksi dengan semangat yang sama, demi kemanusiaan dan perdamaian dunia.

Dunia Industri

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X