Berbeda dengan citra polisi di mata masyarakat yang terkadang dinilai arogan dan cenderung negatif, kalau melihat apa yang dialami lima orang polisi di Rutan Mako Brimob yang tewas karena dibunuh napi yang memberontak, kita mungkin baru menyadari, risiko dan bahaya selalu mengancam keselamatan polisi setiap harinya. Demi menjalankan tugas, sejumlah polisi terpaksa tewas meninggalkan sanak-keluarganya yang sama sekali tidak menduga atau bermimpi suaminya meninggal dunia dengan cara yang mengenaskan.
Meski ucapan bela sungkawa mengalir tanpa henti dan berbagai penghormatan diberikan kepada para polisi yang gugur ketika menjalankan tugas, bagi keluarga yang ditinggalkan, tetap saja mereka kehilangan orang yang dicintai. Pada titik ini, kita mungkin baru menyadari, di balik citra polisi yang terkadang dinilai kurang elok, di sana sesungguhnya ada banyak hal telah dikorbankan demi kepentingan masyarakat dan negara.
* * *
Skolnick (1966) dalam bukunya Justice Without Trial menyatakan, kepribadian kerja polisi adalah kewaspadaan dan kecepatan mengantisipasi ancaman. Kepribadian kerja polisi seperti ini, di satu sisi membuka kemungkinan polisi terkadang harus melakukan aksi represif ketika menghadapi ulah penjahat. Tetapi, di sisi lain, kepribadian kerja polisi seperti ini adalah hal yang tidak terhindarkan, dan harus dilakukan tatkala mereka menghadapi musuh atau penjahat yang keji, yang tega bertindak di luar batas peri kemanusiaan.
Kasus gugurnya 5 polisi dalam tragedi di Rutan Mako Brimob adalah tempat berkaca sekaligus momen yang membuka kesadaran kita, bahwa polisi adalah profesi yang sarat risiko, acapkali menuntut kesediaan mereka untuk menyabung nyawa, sementara perlindungan bagi polisi yang menjalankan tugas masih belum banyak dikembangkan di lapangan.
(Bagong Suyanto. Dosen Sekolah Pasca Prodi Kajian Ilmu kepolisian Universitas Airlangga Surabaya. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Sabtu 12 Mei 2018)