Pers dan Gelembung Politik

Photo Author
- Jumat, 9 Februari 2018 | 11:11 WIB

BISNIS informasi bohong, tentu hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Tak terbayangkan, bagaimana bisa sebuah berita palsu justru mampu mengeduk duit ratusan juta rupiah. Entah konten yang dibuat mirip asli itu berhasil mengacau atau gagal, namun terbongkarnya sindikat hoaks Sarazen menyadarkan betapa informasi palsu atau fake news ternyata ada, dan sangat jahat tujuannya. Karena bisa berdampak memecah belah bangsa.

Teknologi telah membuat bukan hanya teks yang disulap. Tetapi video dan gambar bisa dimanipulasi seolah-olah menjadi benar. Lihatlah video Trump menari iringan dangdut koplo, lenggat-lenggut, seperti beneran. Manipulasi video dibuat dengan teknologi tinggi.

Bisa dibayangkan dampaknya, ketika Indonesia memasuki tahun politik. Tahun penuh intrik untuk saling menjegal bukan hanya lawan. Kawan pun bisa disikat untuk memenuhi syahwat politiknya.

Media sosial, sebenarnya punya karakter mampu menghimpun satu suara dalam kelompok, akan mudah membakar dengan berita palsu atau hoaks. Apalagi ketika publik enggan melakukan verifikasi, sementara media massa justru ngompori.

***

SIAPA yang paling menderita atas hoaks atau fake news' ini? tentu jurnalisme. Sebab sesuai kode etiknya, jurnalisme punya tugas untuk menyusun, kemudian menyiarkan fakta dengan sebenar-benarnya. Karenanya, tantangan paling besar adalah bagaimana jurnalisme mampu melawan produk palsu tersebut. Menjaga publik agar tidak teracuni informasi sampah tersebut.

Saat media baru ini merebak, maka tantangan terberat adalah bagaimana bisa memberikan pencerahan kepada publik, di tengah pengaruh media sosial yang makin meriah. Pers tentu bukan bagian sebuah persoalan, namun pers harus memberi makna, ada apa di balik sebuah peristiwa itu terjadi. Kewajiban untuk mengurai sebuah fakta, bukan hanya sekadar informasi adalah hakikat jurnalisme itu sendiri.

Karenanya, ketika insan pers nasional hari ini memperingati Hari Pers Nasional yang dipusatkan di Padang Sumatera Barat, punya kewajiban menyatukan tekad untuk mengembalikan marwah jurnalisme yang bermutu. Di tengah gempuran media sosial yang minim verifikasi, kehadiran Pers yang bermutu sangat diperlukan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X