ERUPSI Merapi sudah 7 tahun silam. Perubahan paling nyata adalah mulai tumbuhnya vegetasi tutupan lahan yang terdampak langsung erupsi dan munculnya spot wisata alam Merapi. Tidak kalah menarik adalah perubahan masyarakat dari subsisten menuju masyarakat konsumsi.
Menurut catatan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) kerusakan ekosistem di kawasan TNGM akibat erupsi tahun 2010, yakni rusak berat seluas ± 1242,16 hektare (20,21%); rusak sedang seluas ± 1207,91 hektare (19,66%); dan rusak ringan seluas ± 2543,94 hektare (41,40%). Tentu besarnya kerusakan ini membawa konsekuensi untuk melakukan kegiatan pemulihan ekosistem. Balai TNGM bersama mitra (pemda, masyarakat, perguruan tinggi, swasta, dan lain-lain) telah melakukan penanaman (restorasi) seluas 604.85 hektare, dari sesudah erupsi hingga saat ini (Statistik TNGM 2016).
Kegiatan restorasi selain untuk pemulihan ekosistem akibat erupsi tahun 2010, juga merupakan sub agenda pertama RPJMN Pemerintahan Presiden Jokowi. Agenda ini masuk dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2015 - 2019, seluas 100.000 hektare lahan degradasi seluruh kawasan konservasi di Indonesia.
Sasaran
Balai TNGM tahun 2017 ini telah menyusun Rencana Pemulihan Ekosistem (RPE), yakni kegiatan mengembalikan ekosistem.Baik sumber daya alam hayati maupun kondisi fisik lingkungannya sehingga secara bertahap terwujud keseimbangan dinamis dan kembalinya fungsi-fungsi ekosistem. Ada tipologi kawasan yang akan menjadi sasaran RPE dengan jumlah total luasan 3.488,85 hektare.
Tujuan dari RPE adalah mengembalikan sepenuhnya integritas ekosistem, kembali kepada kondisi aslinya atau kepada kondisi masa depan tertentu sesuai dengan tujuan pengelolaan kawasan. Balai TNGM juga menyiapkan habitat references untuk mendukung pemulihan ekosistem, yakni lokasi-lokasi sebagai ekosistem referensi dengan asumsi jenis vegetasi dan keanekaragaman hayati didalamnya belum berubah sejak 100 tahun yang lalu berdasarkan data sejarah erupsi.
Vegetasi yang dipilih dari habitat references adalah jenis asli Merapi yang terbukti mampu bertahan terhadap erupsi Merapi, sumber pakan satwa liar, dan mendukung fungsi penyimpan air. Jenis vegetasi tersebut adalah Puspa (Schima walichii), Pasang (Lithocarpus sundaicus), Manisrejo (Vaccinium Varingiaufolium), Sarangan (Castanopsis argentea), Klewer (Engelhardtia spicata Lechen ex Blume). Wilodo Banyu (Ficus lepicarpa Blume.), Wilodo Jowo (Ficus fulva Elmer.), Dadap (Erythrina variegate), Krembi daun lebar (Homalanthus giganteus Zoll. & Moritzi), Krembi daun sempit (Homalanthus populneus Geiseler Pax.), Anggrung (Trema orientalis), Anggring (Trema cannabina Lour), Tesek (Dodonaea viscosa Jaeq).
Perubahan lainnya adalah sesudah 7 tahun erupsi adalah jumlah lokasi wisata alam -di dalam maupun luar kawasan TNGM- semakin meningkat seiring dengan naiknya tren wisata alam secara global. Apalagi ditunjang dengan fenomena foto selfie dan dukungan media sosial menjadi media promosi ampuh untuk menarik wisatawan berkunjung ke Merapi. Ada 15 Desa penyangga kawasan TNGM (dari total 30 Desa) yang mempunyai lokasi wisata alam. Tercatat ada 860.543 pengunjung yang berwisata di dalam kawasan TNGM selama kurun waktu tahun 2012 sampai 2016 (Statistik TNGM tahun 2016).