Mewujudkan Pancamulia Ketiga

Photo Author
- Kamis, 2 November 2017 | 14:34 WIB

SALAH satu isi Pancamulia -visi pembangunan DIY dalam pidato Sri Sultan setelah dilantik menjadi Gubernur -- adalah terwujudnya peningkatan harmoni kehidupan bersama. Baik di lingkup masyarakat maupun birokrasi atas dasar toleransi, tenggang rasa, kesantunan, dan kebersamaan.

Sultan juga mengatakan bahwa sebagai perwujudan pancamulia ketiga tersebut, dalam lima tahun ke depan, program dan kegiatan dilaksanakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku remaja pelajar seperti tawuran dan klithih. Prioritas ini sangat mendasar karena predikat Yogya sebagai Kota Pelajar masih melekat sampai saat ini di tengah kentalnya Budaya Jawa.

Membongkar Mitos

Ada unen-unen yang terkenal dalam Bahasa Jawa : yen watuk bisa ditambani, nek watak digawa tumekaning pati. Tampaknya hal ini akan menjadi salah satu batu sandungan dalam mewujudkan misi Sultan tersebut. Bentuk ketidakberdayaan dan ketiadaan harapan karena karakter bawaan sering muncul di masyarakat kita.

Adalah Benjamin Hoskins, seorang penipu, pemalsu cek, pencuri mobil, perampok berantai berbagai bank, dan ketika berkali-kali dijebloskan ke dalam penjara, berkali-kali pula ia berhasil kabur. Ia pun ada dalam poster most wanted yang dirilis Federal Bureau of Investigation (FBI). Pada tahun 1960, Hoskins ditangkap kembali di Tucson, Arizona. Pada saat agen federal mengacak-acak seisi rumah, seorang tetangga membawa lari salah satu anak Hoskins dan menyembunyikannya di kolam renang. Sang tetangga berharap agar anak berusia 7 tahun yang ia selamatkan tersebut tidak mengetahui bahwa ayahnya ditangkap sebagai perampok bank. Selama bertahun-tahun anak tersebut masih menganggap bahwa ayahnya yang berprofesi sebagi mekanik mobil telah meninggal karena kecelakaan kendaraan. Ibunya pun mengiyakan hal tersebut. Anak laki-laki itu adalah Stephen Paddock, seorang yang sangat santun dan dermawan tapi tiba-tiba menjadi psikopat bengis yang beraksi di Las Vegas beberapa waktu lalu (1/10/2017).

Dari kisah nyata tadi, tampak seolah-olah perilaku kekerasan terjadi ‘tanpa sadar’ karena hanya menerima warisan genetis orangtua, seperti dalam buku The Seven Daughters of Eve karya Bryan Sykes. Karakter inilah yang seolah-olah ada dalam diri manusia sejak lahir dan akan hanya bisa hilang ketika sudah mati.

Keluarga dan Sekolah

Pada dasarnya orang tercipta dalam kehendak bebas untuk memilih berbuat baik atau jahat. Banyak kajian neurosains membuktikan bahwa sekitar 90% otak tumbuh secara pesat karena pengalaman baru yang dialami anak (Lexmond & Reeves, 2009). Pengalaman baru bahkan mengalahkan pengaruh genetis yang diwariskan orangtua. Westwell (2009) menyebutkan bahwa kecerdasan ditentukan oleh 20% genetis dan 80% lingkungan. Dari hasil penelitian tersebut kita memahami begitu pentingnya sebuah pengalaman bagi pertumbuhan anak. Menelisik tentang pengalaman berarti melihat kualitas relasi anak dengan pribadi lain dan lingkungannya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X