BAGI generasi usia 35 tahun ke atas, mungkin banyak yang masih memiiliki ingatan tentang Radio Republik Indonesia (RRI). Apalagi mereka yang berusia 50 tahun ke atas, rata-rata amat mengenal RRI. Maklum, masa kecil mereka RRI menjadi sumber utama informasi, pendidikan, dan hiburan. Namun, generasi di bawahnya, apalagi yang tinggal di kota, semakin sedikit yang mengenal RRI. Generalisasi seperti itu tentu tidak berlaku untuk sejumlah wilayah Indonesia seperti NTT, Maluku, Papua, dan Papua Barat di mana sampai tahun 2017 RRI masih menjadi media yang powerfull.
Akan tetapi, bagi generasi Y, Z, apalagi generasi milenial, sebagian besar mereka tidak lagi mengenal RRI. Temuan riset khalayak yang dilakukan di 5 wilayah provinsi, yaitu di Kota Batam (Kepri), Kabupaten Subang (Jabar), Singkawang (Kalbar), Nunukan (Kaltim), dan Jayapura (Papua) pada 2007 menunjukkan bahwa untuk usia remaja sampai dengan 25 tahun, frekuensi mereka mendengarkan radio rata-rata hanya 1,5 jam per hari dan motifnya adalah untuk mendengarkan musik. Adapun saluran media yang mereka gunakan untuk mengakses, bukan lagi radio konvensional melainkan melalui jaringan internet (Darmanto, dkk, 2008). Dengan karakteristik khalayak seperti itu, mereka bukan termasuk pendengar RRI.
Kian Tergerus
Bisa diprediksi, kalau di wilayah yang saat itu (sepuluh tahun lalu) jaringan telekomunikasinya masih terbatas dan peredaran telepon pintar belum semasif sekarang, sebagian besar remaja dan pemudanya sudah tidak mengakses siaran RRI. Apalagi di kota-kota yang jaringan internetnya bagus, RRI tentu semakin tidak dikenal mereka. Kini pendengar dari kalangan remaja dan usia muda kian tergerus.
Di sejumlah forum diskusi publik tentang RUU RTRI yang digelar oleh Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (RPLPP) di beberapa kota di Jawa, saya sering meminta peserta dari kalangan remaja untuk memberi testimoni pengalaman mereka mengakses siaran RRI atau TVRI. Fenomenanya, seratus persen yang memberi testimoni tidak lagi mengenal RRI.
Dalam konteks lokal, bisa disimak siaran program interaktif di Programa 1, 2, 3 (sentral), dan Programa 4 RRI Yogyakarta. Jika kita mengidentifikasi pendengarnya berdasarkan karakter suara, dengan mudah dapat disimpulkan bahwa ternyata partisipan siaran interaktif di RRI didominasi oleh kalangan generasi X (tua).
Apa makna dari fenomena tersebut? Di mata generasi milenial, eksistensi RRI tidak lagi diperhitungkan. Padahal 13 tahun lagi, tepatnya tahun 2030, 70% penduduk usia produktif di Indonesia diperkirakan merupakan generasi milenial. Jika tidak ada langkah konkret dari RRI untuk merebut perhatian dari generasi milenial, sangat mungkin 13 tahun lagi RRI tidak akan ada pendengarnya. Karena generasi yang kini berusia 50 tahun ke atas tentu banyak yang tidak mampu lagi mendengarkan radio.
RRI Gamang