Persoalannya, RRI sendiri saat ini gamang untuk bisa memenuhi keinginan dan merebut perhatian dari generasi milenial. Ada banyak persoalan yang dihadapi di internal RRI. Pertama, kelembagaan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik masih lemah akibat ketidaktegasan pengaturan dalam UU No 32/2002 tentang Penyiaran. Kedua, struktur organisasi RRI lebih menyerupai lembaga birokrasi pemerintahan dari pada struktur organisasi penyiaran yang profesional sehingga proses pengisian orang-orangnya lebih merujuk pada peraturan perundangan ASN, bukan profesionalitas.
Ketiga, alokasi APBN untuk RRI hampir 70% untuk menggaji pegawai sehingga biaya program hanya berkisar 20%. Keempat, sumber daya manusia RRI sebagian besar sudah mendekati pensiun dan tidak siap untuk melayani generasi milenial. Pada sisi lain, pegawai yang muda usia juga penuh problematik untuk melakukan inovasi. Kelima, teknologi yang dimiliki RRI tidak cukup mendukung kompetisi untuk merebut perhatian generasi milenial. Keenam, budaya kerja pegawai RRI lebih memperlihatkan sebagai birokrat dari pada broadcaster profesional.
Peringatan hari jadi ke-72, mestinya dijadikan momentum untuk merefleksikan diri dan menyusun strategi demi keberlanjutan sejarah RRI. Jangan sampai sejarah RRI berakhir bersamaan dengan punahnya generasi X di Indonesia sekitar tahun 2037.
(Darmanto. Peneliti Balitbang SDM Kemen Kominfo di Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Senin 11 September 2017)