Norma ‘Lima Pasti Umrah’ perlu direvisi Kemenag. Untuk PIHK yang pusatnya di Jakarta misalnya ditambah: ‘pastikan adanya kantor cabang otoritatif PIHK di daerah’. Regulasi tentang itu memang sudah ada, namun sebaiknya diangkat menjadi ‘pasti’. Sebab selama ini, PIHK di daerah yang tidak memiliki kantor perwakilan, mengandalkan agen yang adalah makelar marketingnya.
Sosialisasi termasuk pengenalan terhadap kemungkinan kecurangan PIHK, perlu dilaksanakan lebih intensif Kemenag dan stakeholder lain. Ini perlu melibatkan Ombudsman RI (ORI) atau lembaga konsumen di seluruh Indonesia. Payung regulasi sebaiknya dikembangkan secara lebih efektif, agar tidak rawan manipulasi. Perlu sinergi regulasi, mulai dengan UU 13/2008 tentang ibadah haji dan UU 37/2008 tentang ORI saja, namun juga UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan tindak lanjutnya dalam sejumlah peraturan pemerintah serta regulasi terkait lainnya.
Untuk DIY, di mana Gubernur dengan Peraturan Gubernur membentuk Lembaga Ombudsman (LO), yang memegang stelsel aktif untuk menyisir penyelenggaraan etika bisnis, mestinya bisa bergerak lebih aktif lagi. Tentu dibutuhkan koordinasi dengan dinas-dinas, Kemenag atau Kepolisian. Tetapi, ringkasnya, kita semua menunggu langkah-langkah tegas lagi efektif dari pemerintah.
(Farid B Siswantoro. Mantan Komisioner Ombudsman DIY, Mahasiswa Pascasarjana MIP-UMY, Komisioner KPU DIY sekarang. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 23 Agustus 2017)