KENYAMANAN Yogyakarta kembali ternoda. Kali ini disebabkan ulah sebagian suporter sepakbola yang tidak menjunjung sportivitas dan berlaku anarkis. Seperti diberitakan KR (8/5), kerusuhan terjadi setelah pertandingan Liga 2 antara Persiba Bantul kontra Persis Solo. Akibatnya beberapa kendaraan mengalami kerusakan dan puluhan orang menderita luka-luka. Bahkan sebuah bus pariwisata pun menjadi sasaran suporter yang gelap mata. Hingga menyebabkan satu orang wisatawan mengalami luka dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Bentrok suporter ini memang bukan pertama kali terjadi di Yogyakarta. Jika fenomena ini terus dibiarkan, maka akan merusak citra dari Yogyakarta. Seperti timbulnya stigma negatif warganya yang tidak lagi ramah, masyarakatnya tidak tertib, gemar tawuran, dan sebagainya. Peristiwa demi peristiwa terus berulang. Seolah tidak ada upaya untuk meredakan konflik antar suporter.
Fanatisme
Salah satu penyebab masih maraknya kerusuhan suporter adalah aksi balas dendam antar mereka. Hal yang perlu digaris bawahi, sebenarnya tidak ada masalah yang terjadi antara suporter Persiba Bantul dengan Persis Solo. Konflik justru terjadi antara suporter Persis Solo dengan pendukung PSIM atau suporter Persis Solo dengan pendukung PSS Sleman. Tetapi ketika para suporter ini sudah kalap, peristiwa apapun bisa dimanfaatkan untuk melakukan serangan kepada pihak lain.
Fanatisme buta suporter terhadap tim yang dipujanya turut memicu kebringasan suporter. Tim sepakbola sudah berubah menjadi sesembahan baru yang harus dibela mati-matian. Apapun dilakukan untuk tim impiannya agar menang. Sikap seperti ini tentu sangat berbahaya. Alih-alih mendukung tim impian, suporter model ini justru akan menciderai nilai-nilai sportivitas dan merusak nama baik tim idolanya.
Pihak yang paling bisa diandalkan untuk mengontrol suporternya adalah tim sepakbola itu sendiri. Harus ada hubungan timbal balik antara suporter dengan tim sepakbola. Sebab keduanya saling membutuhkan. Sebelum seseorang bergabung menjadi suporter, sebaiknya dilakukan seleksi secara ketat. Agar tidak menjadi benalu yang merusak tim sepakbola. Misalnya suporter harus bisa menunjukkan bukti memiliki kelakuan baik dan tidak pernah terlibat perbuatan kriminal. Setelah itu, dilakukan pembinaan dasar sebelum resmi bergabung menjadi suporter. Dalam pembinaan ini, suporter diajari dengan beragam etika dan aturan. Apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Setelah melalui serangkaian proses, suporter baru mendapatkan kartu yang memiliki nomer register. Setelah resmi menjadi suporter, tim tetap harus melakukan kontrol atas tindak-tanduk pendukungnya. Termasuk melakukan pembinaan lanjutan.
Database
Saat tim sepakbola memiliki database suporter, maka akan semakin mudah melakukan mengelola mereka. Database ini pun harus dimanfaatkan dengan maksimal. Jangan sekadar formalitas saja. Misalnya jika ada laporan suporternya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan aturan klub (misalnya terlibat tawuran suporter), bisa langsung melihat databasenya. Apakah memang orang tersebut terdaftar atau tidak. Jika memang terdaftar, klub sepakbola bisa langsung mengeluarkannya dari daftar suporter. Dan pelaku tidak boleh terlibat dalam dukung-mendukung kesebelasan sepakbola di masa yang akan datang. Tetapi jika tidak, klub bisa berargumen bahwa pelaku bukan bagian dari mereka.