Terkait nama bandara, saya mengusulkan agar nama pahlawan asal Yogyakarta menjadi nama bandara NYIA seperti Adisutjipto. Misalnya, nama Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Atau, jika merujuk nama Bandara Internasional Baiyun di Kota Guangzhou, China, kita bisa menggunakan nama Merapi sebagai nama bandara internasional. Dengan begitu, nama bandara telah mencerminkan nuansa khas Yogyakarta, seperti yang diinginkan oleh sejumlah pihak.
Dua Usulan
Sebagai penutup artikel ini, saya ingin sampaikan dua usulan. Pertama, papan-papan petunjuk di bandara NYIA diutamakan menggunakan Bahasa Indonesia dan asing, dan tidak sebaliknya, bahasa asing dan Indonesia. Apabila ingin disisipkan bahasa daerah, hal itu perlu disesuaikan dengan tempat bandara itu berada. Di Kota Lombok, NTB, misalnya, Bahasa Sumbawa sudah dipakai untuk menyiarkan informasi di bandara internasional di sana.
Kedua, pihak pengelola bandara harus ikut dalam pemertahanan bahasa nasional dan daerah. Khusus pengelola NYIAharus ikut dalam pemertahanan bahasa Jawa dialek Yogyakarta. Mudah-mudahan dengan usaha itu, Bahasa Jawa dialek Yogyakarta tetap lestari eksistensinya. Jika tidak kita yang merawat bahasa nasional dan daerah, lantas siapa lagi? Jika tidak sekarang kita yang merawat bahasa nasional dan daerah, lantas kapan lagi?
(Sudaryanto MPd. Dosen PBSI FKIP UAD, Pengajar Bahasa Indonesia di Akuntansi FE UAD. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 5 April 2017)