Perempuan, AKI dan Kekerasan

Photo Author
- Kamis, 16 Maret 2017 | 11:38 WIB

Kian mencengangkan ternyata kasus di ranah rumah tangga/relasi personal dalam wujud kekerasan terhadap istri (KTI) menempati angka tertinggi 56%. Semakin memrihatinkan ketika disusul angka kekerasan dalam pacaran (KDP) mencapai 21% dan kekerasan terhadap anak perempuan 17%. Sisanya, kekerasan yang dilakukan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

Wajah gelap kian memiriskan, ketika melihat angka kematian ibu (AKI) melahirkan, Padahal AKI menjadi faktor utama melihat kesejahteraan perempuan suatu bangsa. Tahun lalu Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty mengungkap bahwa AKI di negeri ini sekarang mengalami peningkatan, dibanding periode tahun 2000. Laporan menyebutkan AKI kini berjumlah 359 orang per 100.000 kelahiran selamat. Padahal tahun 2000an angkanya berada di 228 per 100.000 kelahiran selamat. Artinya, di Indonesia sekarang ini setiap 1,5 jam ada ibu yang meninggal kerena melahirkan. (Beritasatu.com, 15/9/2016) Sebuah fakta yang harus menjadi perhatian semua pihak termasuk para politisi dan pengambil kebijakan. Karena tingginya AKI bukan hanya masalah perempuan, tetapi masalah bangsa.

***

Merujuk peringatan Hari Perempuan Sedunia 2016 dengan tema ‘Planet 50-50 by 2030’, kesetaraan masih akan menjadi fokus gerakan perempuan secara global hingga 2030. Tujuannya adalah mewujudkan kesetaraan jender untuk memosisikan pemberdayaan perempuan sebagai pusat rencana global pada tahun-tahun mendatang. Fakta menunjukkan, ketidaksetaraan telah membuat dampak yang merugikan perempuan.

Gerakan perempuan dan perjuangan kesetaraan di Indonesia masih akan terjal jalannya. Peraturan daerah yang mendiskriminasi perempuan cenderung meningkat, kian menyulitkan terwujudnya kesetaraan. Kebijakan yang sensitif perempuan, makin kurang terdengar. Situasi ini merupakan gambaran bahwa lingkaran ketidaksetaraan jender telah melahirkan berbagai kondisi buruk bagi perempuan.

Jika berbagai program dijalankan pada koridor kebijakan maka mungkinkah ketercapaian kuota keterwakilan perempuan pada legislatif dan eksekutif akan bisa menguak tabir ini?

(Fadmi Sustiwi. Wartawan Kedaulatan Rakyat. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 16 Maret 2017)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X