HARIAN KR beberapa kali menyorot rencana bandara baru di Yogyakarta. Dalam headline (27/2), KR berharap agar bandara dapat membangkitkan ekonomi rakyat, terutama rakyat yang tinggal di sekitar bandara. Sebuah harapan yang mulia. Karena menurut teori, munculnya satu pusat pertumbuhan, akan diikuti efek berantai yang panjang.
Dengan bandara baru, tentu akan muncul kegiatan ekonomi baru seperti kebutuhan menyediakan hotel, restoran, tempat rekreasi, sarana transportasi, dan sebagainya. Harapannya, kegiatan ekonomi yang baru tersebut juga dinikmati oleh rakyat kecil. Konsep ini menurut Douglass (1998) dilakukan dengan jalan mengalokasikan investasi yang tinggi, untuk menjadi mesin pembangunan, agar pertumbuhan ekonominya dapat menyebar. Selain membangkitkan pembangunan wilayah di sekitarnya. ‘Efek menyebar’ dan atau ‘tetesan ke (rakyat) bawah’.
Fenomena Kewilayahan
Pembangunan bandara baru akan mempercepat pertumbuhan kota Yogya dan sekitarnya, dan tentu akan menjadi fenomena kewilayahan yang menarik. Karena antara kota yang satu dengan kota yang lain terhubung dalam satu jaringan bisnis/ekonomi/perdagangan. Yang harus dihindari adalah, munculnya pusat pertumbuhan, tidak ikut membawa kesenjangan pembangunan wilayah.
Perdebatan tentang efek ini selalu menarik dan riuh. Banyak indikator yang digunakan untuk memperlihatkan hal tersebut, Hill (1990, 1998) menyebut indikator yang bersifat statis seperti Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Kualitas Kehidupan secara Fisik, maupun laju pertumbuhan product domestic regional bruto (PDRB). Kesenjangan wilayah terjadi jika alokasi investasi antar-daerah juga timpang.
Dalam konteks yang lebih luas, bandara baru juga akan meningkatkan pembangunan industri baru, baik yang skalanya besar sampai yang kecil. Dengan kata lain, konsep kutub pertumbuhan mengasumsikan bahwa industrialisasi akan mengurangi kemiskinan, keterbelakangan, dan pengangguran dari sektor pertanian di negara-negara sedang berkembang. Dari titik inilah diharapkan tumbuh usaha kecil menengah usaha farm, ada pergerakan modal, ada kredit, teknologi dengan riset. Dengan mendorong kerangka institusional di perdesaan, maka dapat mendorong pertumbuhan regional dan menyebar di perdesaan dan daerah belakangnya. Namun pengalaman selama ini menunjukkan strategi kutub pertumbuhan ini banyak melesetnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Karenanya agar bandara baru membawa efek yang merata dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, perlu dibuat skenario pembangunan agar apa yang telah dikeluhkan hasil studi Nurzaman (1997), yakni kesenjangan kawasan, dapat dikurangi, syukur dihilangkan. Dalam bidang ekonomi indikator yang digunakan antara lain : 1). Jumlah pendapatan perkapita; 2). Pertumbuhan pendapatan perkapita; 3). Tingkat partisipasi angkatan kerja; 4). Persentase nilai tambah sektor manufaktur terhadap PDRB total provinsi; 5). Persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor manufaktur dibandingkan tenaga kerja total provinsi; 6). Tingkat penanaman modal asing secara kumulatif;
Pada bidang sosial, kesenjangan ditunjukkan oleh fakta dengan indikator seperti : 1). Physical Quality of Life Index; 2). Jumlah murid Sekolah Dasar dibanding jumlah total penduduk; 3). Persentase tenaga kerja yang berpendidikan akademi atau universitas; 4). Rasio guru Sekolah Dasar tiap 10.000 murid; 5). Rasio dokter setiap 10.000 penduduk; dan 6). Rasio tempat tidur rumah sakit tiap 10.000 penduduk.