Pendayagunaan GWB menjadi pilihan menutup kekurangan jumlah guru. Hal ini disebabkan usulan penambahan tenaga guru guna dimasukkan dalam formasi calon pegawai negeri sipil (CPNS) terganjal kebijakan moratorium pengangkatan PNS. Sekolah mendapat ruang menerima GWB sesuai dengan kebutuhan. Persoalan lain yang terjadi di balik kekurangan jumlah guru adalah kecilnya honor untuk GWB. Penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk honorarium tidak diperbolehkan lebih dari 20%. Akibatnya honorarium yang diterima GWB sangat kecil. GWB telah menyelamatkan keberlangsungan proses belajar mengajar. Tanpa kehadiran GWB, proses belajar mengajar lumpuh. Asumsinya, lumpuhnya proses belajar mengajar berpengaruh terhadap menurunnya kualitas pendidikan.
GWB adalah penyelamat dan penyangga menurunnya kualitas pendidikan. Dengan beban tugas berat dan honorarium kecil, GWB masih mau dan mampu bertahan melaksanakan tugas mencerdaskan anak bangsa. Kecuali alasan pengabdian kepada nusa dan bangsa, juga berharap pada saatnya mendapat prioritas diangkat sebagai guru tetap.
Jika benar pemerintah tidak menarik guru PNS dari sekolah swasta dan bersamaan itu Mendikbud menjanjikan penambahan kuota guru PNS ditempatkan di sekolah swasta, maka untuk mencukupi kebutuhan guru kebijakan moratorium harus dicabut. Pemerintah membuka pendaftaran calon PNS untuk formasi guru dengan prioritas utama diberikan kepada GWB yang telah berjasa menyelamatkan kegiatan belajar mengajar dan menyangga turunnya kualitas pendidikan. Jangan sampai nasib GWB seperti pepatah, habis manis sepah dibuang. Datan kedhapuk malah kedhupak.
(Ki Sugeng Subagya. Pengurus Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) DIY. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 28 Februari 2017)