Protes Para Pemilih

Photo Author
- Selasa, 28 Februari 2017 | 10:29 WIB

DALAM khazanah sosiologi politik kita kenal istilah protes. Protes pun dikenal dalam banyak aktivitas. Protes petani, buruh, masyarakat sipil, juga protes pada para politisi. Protes para pemilih merupakan salah satu fenomena yang lazim dalam proses politik. Termasuk di Indonesia yang baru saja menyelenggarakan pilkada serentak 15 Februari lalu.

Pertanyaannya, mengapa protes para pemilih terjadi pada pilkada di Indonesia? Tentu menarik untuk diberikan penjelasan yang tidak hanya menyalahkan para pemilih yang telah menggunakan hak pilihnya. Apalagi, menyalahkan penyelenggara pilkada dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah bekerja keras. Tentu kandidat yang terlempar dari pertarungan tidak menyalahkan pihak lain. Apalagi dengan mengatakan adanya kecurangan, sabotase, atau bentuk kecurangan lainnya. Jika ini terjadi, agaknya yang kalah kurang memahami masalah pilkada, dengan masyarakat pemilihnya.

Beberapa penjelasan kiranya dapat memberikan gambaran mengapa para pemilih protes pada pilkada. Pertama, pemimpin yang tidak dikehendaki. Ada beberapa penyebab mengapa seorang pemimpin tidak dikehendaki kehadirannya. Bisa saja karena latar belakang yang telah diketahui oleh para pemilih lebih banyak hal yang kurang baik, kurang menarik serta ketidakbaikan yang ada lebih menonjol ketimbang kebajikan yang diperbuat.

Dengan kondisi seperti itu, pemilih datang ke TPS sekadar menggugurkan haknya dalam pilkada. Ia tidak menggunakannya haknya sebagaimana mestinya. Pemilih sekadar merusak surat suara yang ada, asal tidak memilih salah satu kandidat yang ada. Menggunakan haknya dengan cara menyalahi aturan KPU yakni merusak surat suara karena mencoblos semua surat suara atau mencoblos di bagian yang tidak dapat disahkan.

Kedua, pembusukan politik. Adanya protes suara pemilih pada pilkada sejatinya merupakan bentuk nyata adanya pembusukan politik. Pembusukan politik sedang terjadi sehingga jika tidak diperhatikan, akan semakin keras dan menguat. Akibatnya setiap kali ada pilkada maka suara protes akan semakin besar pada kandidat. Salah satu penyebab pembusukan politik terjadi karena proses-proses politik demokratis tidak berlangsung dengan elegan. Proses politik lebih banyak dipengaruhi oleh para pemilik modal besar dan pemegang saham politik. Sehingga mereka yang tidak memiliki modal besar dan sebagai pemegang saham politik tidak dapat berpartisipasi secara terbuka dan demokratis.

Maka pembusukan politik harus diantisipasi partai politik yang ada di Indonesia agar tidak semakin besar, tiap diselenggarakan pilkada. Kita berharap bahwa proses politik jelang pilkada itu transparan dan demokratis sehingga pilkada tidak hanya menguntungkan mereka yang memiliki modal besar dan memiliki saham politik besar. Pilkada adalah bagian dari kehendak rakyat dan diperuntukkan untuk rakyat pemilih. Bukan hanya untuk para pemilik modal besar dan pemegang saham partai politik.

Bisa dikatakan sebenarnya, dengan adanya surat suara yang rusak itu semakin banyak ketimbang surat suara yang sah maka dapat dikatakan sebenarnya pemilih sedang protes pada kandidat sekaligus partai politik. Oleh sebab itu, kandidat yang telah terpilih sebenarnya kandidat yang kurang memiliki legitimasi politik di hadapan pemilih sekalipun menang dan sah.

Selain itu, adanya protes para pemilih dengan merusak surat suara adalah bagian dari koreksi pada partai politik yang ëgagal melakukaní kaderisasi politik. Akibatnya, mereka tidak mampu memunculkan kandidat yang dikehendaki masyarakat pemilih.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X