Makanan mampu menarik simpati dan hati pihak lawan dengan mudah. Ia adalah sarana diplomasi tingkat tinggi. Diplomasi kuliner ini yang hingga saat ini masih dijalankan Jokowi. Profesor Joseph S Nye dari Institut for Cultural Diplomacy, Berlin, menyatakan jika apa yang dilakukan Jokowi termasuk dalam strategi soft power, yakni kemampuan membujuk dan merayu lewat makanan. Perang yang bertabur nyawa dapat berhenti, musuh dapat menjadi teman, oposisi menjadi koalisi.
Semua terjadi di meja makan. Apalagi untuk urusan politis, selesaikan saja dengan hidangan menu makanan menggoda. Jokowi setidaknya menggunakan makanan untuk berdiplomasi dan berkomunikasi. Terlebih jika yang dihidangkan adalah makanan lokal khas masyarakat akar rumput. Sebuah hal yang membahagiakan.
(Aris Setiawan. Esais, Dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Surakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 12 Januari 2017)