Bertolak dari perkembangan dunia yang semakin transparan, maka organisasi-organisasi internasional maupun regional semacam ASEAN mau tidak mau juga semakin transparan agar kebersamaan dan kerja sama yang dirangkakan dapat terselenggara. Sampai saat ini kesepuluh anggotanya mengakui peran ASEAN dalam menciptakan perdamaian dan kesejahteraan regional belum tergantikan. Mereka juga menggarisbawahi prinsip-prinsip utama yang menopang peran ASEAN sebagai kekuatan bagi perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara. Seperti saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing, konsensus, dialog, dan konsultasi.
Persoalan Lama
Meskipun demikian, persoalan lama yang pernah dihadapi oleh ASA maupun Maphillindo kembali berulang. Persoalan baru yang timbul justru karena keberhasilan usahanya di berbagai bidang, dan justru menjadi batu sandungan. Di samping itu, kedekatan geografis saja tidak sanggup menyangga regionalitas. Sebaliknya, tanpa dilambari keterikatan politik, fungsionalisme ekonomi, dan rasa kebersamaan yang tulus hal itu malahan dapat menjelma menjadi kekuatan disintegratif yang mengancam regionalitas dan mengikis regionalisme.
Dalam perkembangannya, kekuatan disintegratif dalam tubuh ASEAN tersebut semakin diperparah oleh dominasi kekuatan RRT di Asia Tenggara. Perilaku RRT di LTS melalui berbagai gelar kekuatan militer mencemaskan banyak pihak. Beberapa indikasi menunjukkan Kamboja, Laos, Malaysia, Brunei dan Filipina berpihak pada pola penyelesaian yang diajukan RRT. Geliat RRT ini jelas memasung peran ASEAN dalam mencari pemecahan yang menyeluruh konflik di LTS.
Mudah-mudahan kecenderungan ini segera disadari oleh para pemimpin ASEAN. Jika tidak, ASEAN bisa bernasib sebagai organisasi-organisasi regional di Asia Tenggara sebelumnya, yakni lahir, berkembang dan mati.
(Drs A Kardiyat Wiharyanto MM. Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 3 Januari 2017)