Meski demikian sifat hikmah yang harus dimiliki seorang dai jangan sampai mengendorkan semangat memperjuangkan agama. Jangan sampai hanya karena adanya kata-kata ‘hikmah’, maka seorang dai terlalu lentur. Akibatnya, dakwahnya sekadar hiburan bahkan mungkin sarat kemaksiatan. Dalam sekaten yang awalnya menjadi media dakwah para raja pun harus mendapat perhatian penuh. Pertanyaannya, masihkah sekaten saat ini menjadi media dakwah oleh para dai?
Sekaten yang penuh dengan gegap gempita tentu menjadi syiar tersendiri bagi Agama Islam. Betapa tidak, dalam rangka memperingati maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW, seluruh warga Yogyakarta dan Solo selalu disuguhi pasar malam selama sebulan penuh. Begitu menariknya kegiatan ini hingga menyedot perhatian warga lain, termasuk para wisatawan asing. Lebih-lebih, dalam sekaten juga terdapat peragaan berbagai macam hiburan masyarakat. Semua ini mampu menarik minat masyarakat dunia untuk ikut meramaikan keberadaan sekaten.
Harapannya, semoga sekaten tetap menjadi media dakwah yang santun. Jangan sampai media dakwah ini justru menjadi lahan berbuat maksiat masyarakat, dengan berbagai macam bentuk perbuatan tercela.
(Anton Prasetyo SSosI. Studi S2 KPI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 2 Desember 2016)