MENGAPA Muhammadiyah mampu melintasi usia hingga 104 tahun? Jawabannya memang tidak sederhana. Apalagi, untuk menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan data historis perkembangan Muhammadiyah sejak pertama kali didirikan tahun 1912 hingga saat ini.
Dalam rentang waktu sejak 1912-2016 meliputi berbagai dinamika politik di tanah air. Sejak zaman kolonial Belanda dan Jepang, memasuki masa kemerdekaan, memasuki orde lama dan orde baru, hingga pascareformasi. Di sinilah sebenarnya pengelolaan data dan dokumentasi sejarah Muhammadiyah dibutuhkan.
Pentingnya Sejarah
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah! Itulah pesan Bung Karno kepada bangsa ini agar jangan sampai melupakan masa lalu. Artinya, kita jangan sekali-kali melupakan perjuangan para pendahulu yang telah merintis dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebab, capaian terbaik bangsa saat ini tidak bisa lepas dari ikhtiar dan perjuangan para pendahulu kita. Pesan Bung Karno tersebut tampaknya relevan untuk warga Muhammadiyah saat ini. Ketika Persyarikatan Muhammadiyah telah mencapai usia 104 tahun, nyaris para peneliti dari dalam maupun luar negeri memberi apresiasi yang luar biasa. Ketika diajukan pertanyaan, â€Mengapa Muhammadiyah mampu bertahan lebih dari satu abad?†Nyaris semua warga Muhammadiyah akan kesulitan untuk menjawab.
Untuk dapat mengetahui bagaimana Muhammadiyah mampu bertahan selama lebih dari seabad, bagaimana reaksi masyarakat dan juga pemerintah atas munculnya gagasan pembaruan Muhammadiyah, dibutuhkan kajian yang mendalam lewat penelitian-penelitian sejarah. Penelitian sejarah dibutuhkan untuk membahas berbagai peristiwa di masa lalu dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku (Taufik Abdullah.ed, 1987: 105).
Harus diakui, hingga saat ini warga Muhammadiyah belum menyadari betapa pentingnya data sejarah. Sebuah Majelis (Departemen) yang seharusnya bertanggung jawab mengelola kekayaan data dan dokumentasi Muhammadiyah pun ditunggu-tunggu kiprahnya masih belum tampak. Ketika beberapa peneliti, baik dari dalam maupun luar negeri, hendak melakukan penelitian tentang Muhammadiyah, pada umumnya mereka kesulitan untuk dapat mengakses data historis tentang persyarikatan ini.
Peneliti National University of Singapore Azhar Ibrahim serta ilmuwan dan peneliti Leiden University Nico J Kaptein , pernah menyampaikan keluhan semacam ini. Di lingkungan internal Muhammadiyah sendiri, Prof Dr Abdul Munir Mulkhan pernah mengeluhkan akan minimnya kesadaran warga Muhammadiyah terhadap sumber sejarah. Bahkan, Prof Dr Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam pidato Milad 101 Tahun Suara Muhammadiyah mengomentari ketidakseriusan warga Muhammadiyah mengelola arsip dan dokumentasi yang berserakan.
Suara Muhammadiyah