Dengan kondisi seperti itu maka kualitas yang dihasilkan pun bukan kualitas yang sebenarnya. Alhasil pemetaan kualitas pendidikannya pun tidak menjelaskan kualitas yang sebenarnya. Dengan argumentasi seperti ini wajar saja kalau UN akan dihapus.
Dari sisi yang lain, rencana penghapusan UN justru sangat tidak wajar. Bagaimana kita dapat mengetahui kualitas pendidikan kalau tanpa dilaksanakan Ujian Nasional atau apa pun namanya.
Menurut teori pendidikan yang dipraktikkan di banyak negara, dalam setiap proses pendidikan senantiasa dilakukan ujian sebagai bentuk dari tes prestasi (achievement test). Ujian ini dimaksud untuk mengetahui sejauhmana siswa menguasai materi pendidikan yang telah diberikan dalam setiap terminal pendidikan; katakanlah di terminal SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK dan MAK.
Dijadikannya hasil ujian yang dalam pembahasan ini adalah hasil UN sebagai penentu kelulusan dimaksudkan supaya setiap siswa berusaha dan bekerja keras untuk lulus ujian dengan cara yang sewajarnya, tanpa kebohongan, tanpa kecurangan, dan sebagainya. Usaha dan kerja keras dengan cara yang sewajarnya ini akan menghasilkan kualitas yang maksimal dan sebenarnya. Dengan demikian melalui UN (tanpa kecurangan) kita akan mengetahui sejauhmana pencapaian kualitas pendidikan siswa yang sebenarnya.
Melalui UN pula kita dapat meningkatkan kualitas pendidikan lulusan sekolah. Karena nilai batas kelulusan (passing grade) ditingkatkan dari tahun ke tahun maka kualitas pendidikan lulusan sekolah kita pun akan meningkat dari tahun ke tahun.
Jangan lupa, kalau UN dilaksanakan secara serius tanpa menoleransi kecurangan sebagaimana yang dilakukan di berbagai negara manca, maka para guru akan lebih bersemangat dalam mengajar peserta didiknya. Mereka akan malu kalau sampai peserta didiknya tidak mampu menjawab materi soal UN. Dengan cara ini proses belajar mengajar di sekolah pun semakin bergairah untuk mencapai kualitas yang optimal. Jadi sangat tidak wajar kalau UN harus dihapus!!!
(Prof Dr Ki Supriyoko MPd. Direktur Pascasarjana Pendidikan UST Yogyakarta dan Doktor Bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 21 Oktober 2016)