Pendidikan Ber-Pancasila
Persoalan bonus demografi ini hendaknya mampu ditangkap pada pelaksanaan program/- kebijakan pendidikan mendatang. Kita hendaknya tahu, bahwa kebijakan pendidikan harus mampu memberi alternatif solusi atas permasalahan yang selama ini terjadi dan yang akan datang yang dihadapi bangsa ini.
Integrasi keilmuan Pancasila dan budi pekerti harus disegerakan, baik dalam kebijakan maupun materi pendidikan. Kita sudah pernah dan dianggap gagal jika hanya membelajarkan ‘tentang Pancasila’, tanpa kemudian memberi ruang kreativitas yang implementatif. Jangan lagi ada materi yang disajikan di sekolah terasa memberatkan. Misalnya, di tingkat SD tidak perlu terlalu teoretis dan jumbuh dengan jargonjargon legal-formal. Letapi lebih baik diberikan dalam bentuk kisah-kisah keteladanan yang menggugah.
Adapun di jenjang SMP dan SMA endapkan dulu materi yang seakan-akan hendak menjadikan siswa ahli politik/tata negara. Semestinya di jenjang ini, siswa diajarkan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, aktif, dan kritis menyikapi situasi sosial dan kewarganegaraan.
Tentu, tidak semuanya harus dibebankan pada pengajar/pendidik. Semua pihak harus ikut andil. Semua pihak terkait harus dapat memberikan inspirasi bagaimana keteladanan adalah nilai dasar yang tidak terkurangi sedikit pun. Sebab, sekarang ini dikhawatirkan bahwa negara ini bukan lagi menjadi tempat bersemainya keteladanan.
(Hendro Muhaimin MA. Analis Kebangsaan di Pusat Studi Pancasila UGM. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Senin 19 September 2016)