KETIKA bangsa China ingin hidup tenteram mereka berangan-angan membangun benteng yang tinggi dan panjang. Dengan begitu bangsa itu yakin bahwa bangsa lain tidak akan sanggup menembus tembok itu karena tinggi, tebal dan panjang. Tetapi seabad kemudian setelah Tembok China dibangun, tiga kali China melakukan peperangan besar. Setiap perang balatentara musuh masuk ke dalam tidak merusak tembok tetapi cukup menyuap penjaga Gerbang Tembok.
Saat itu China terpesona dengan membangun tembok tetapi lupa membangun mental manusianya yang seharusnya dibangun sebelum membangun apa saja. Bangunlah jiwanya bangunlah raganya, kata Wage Rudolf Supratman. Dan itulah yang dibutuhkan semua bangsa. Karena merusak sebuah bangsa itu mudah dengan melalui tiga tataran. Yang pertama merusak keluarga yang kedua pendidikan dan yang ketiga merusak keteladanan para pemimpin dan tokoh masyarakat. Untuk merusak keluarga dipergunakanlah cara memindah peranan ibu rumah tangga dan diserahkan pembantu. Ibu rumah tangga akan senang disebut sebagai perempuan karier ketimbang ibu rumah tangga.
Peran Guru
Cara kedua adalah merusak pendidikan dengan cara mendestrukturisasi posisi dan peran guru. Guru dibebani dengan kewajiban administratif dengan tujuan materi sehingga melalaikan tugas utamanya sebagai pengajar dan pendidik. Akibatnya siswa-siswa merendahkan harkat guru. Ketiga merusak keteladanan tokoh dan ulama di masyarakat dengan menceburkan mereka ke politik praktis yang berorientasi uang dan pangkat serta kekuasaan. Akibatnya tak ada lagi orang yang pantas dipercaya. Tak ada orang yang mau mendengarkan dan meneladani tokoh dan ulama karena mereka sudah terbeli.
Kalau ibu rumah tangga hilang, guru yang ikhlas sirna dan para ulama serta tokoh masyarakat musnah, siapa lagi yang memberikan pendidikan kepada generasi muda tentang nilai luhur. Semua mengajarkan nilai praktis, uang, jabatan dan kekuasaan. Inilah awal kerusakan bangsa.
Oleh karena itulah sebelum bangsa ini hancur kita perlu cancut taliwanda. Kemajuan dan globalisasi tidak bisa dibendung lagi namun kita mempunyai sebuah kekuatan besar dari masyarakat adat dan kebudayaan termasuk Kraton Nusantara. Paling tidak kita mengatasi serangan musik jiwa yang menjadikan gebyar duniawi menjadi pujaan bangsa.
Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan kearifan Nusantara yang perlu dibangkitkan kembali. Kebudayaan yang menjunjung sikap rukun, penuh toleransi, gotong royong dan unggul di bidang seni dan keterampilan. Sedang para ulama mengejawantahkan ajaran dan kesalehan umat dalam berbagai macam kegiatan dan perilaku amal saleh tidak sekadar kesalehan formal. Adanya paguyuban lokal yang memperdalam bahasa dengan berbagai macam cara, perlu didukung. Khusus di Jawa, Yogyakarta harus didukung syukur diberi tempat untuk hidup. Dengan begitu Bahasa Jawa dilestarikan bakal berkembang. Tetapi kalau dibiarkan ya bakal mati. Ibarat tanaman kalau tidak dipelihara diberi tempat untuk hidup dipupuk ya tidak bakal berbuah dan berkembang.
Dibangun Kebiasaan