Ekonomi Bela Beli

Photo Author
- Sabtu, 10 September 2016 | 08:56 WIB

Tantangan terberat dalam masifikasi ekonomi bela-beli justru dari internal pemegang kuasa, baik level eksekutif maupun legislatif. Proses politik kepemimpinan nasional maupun daerah yang bergulir lima tahunan bisa menjadi penghambat apabila egoisme elit lebih dikedepankan. Tidak jarang program bagus dari kepemimpinan periode sebelumnya ditinggalkan oleh pemegang kuasa baru. Terlebih apabila pemegang kuasa gagal paham atas hakekat pembangunan.

Pada sisi lain, kaum pemodal asing maupun nasional tidak akan berhenti untuk terus berupaya mendominasi penguasan atas aset, akses, dan pasar lokal. Pintu masuknya mempengaruhi para pengambil kebijakan. Modus lama ini masih efektif dimainkan atas nama demokrasi dan kebebasan berusaha. Bahkan ditambahkan dengan dalih membantu pertumbuhan ekonomi melalui perluasan investasi.

Berbagai langkah masifikasi di atas tidak akan akselerasi jika langkah fundamental tidak dilakukan. Langkah strategis yang harus dilakukan agar jebakan pasar bebas tidak terus berlanjut adalah merombak materi pembelajaran khususnya pada mata pelajaran ekonomi mulai level pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.

Pembelajaran ekonomi tidak harus anti barat, namun pengajaran ekonomi yang memahamkan substansi dan Falasifah berekonomi yang benar, yang nasionalis, dan yang beretika. Titik kritisnya adalah pada para pengajarnya, ada sebagian guru maupun dosen yang masih unlearning terkadap falsafah ekonomi. Bahkan tidak sedikit dosen yang dengan bangganya berideologi pasar bebas bahkan dalam pembelajarannya lebih mencontohan korporasi asing dari pada korporasi lokal yang sukses.

Ekonomi bela-beli menjadi kebutuhan untuk diviralkan sebagai spora nasionalisme ekonomi. Ekonomi pasar bebas yang nihil etika dan keberpihakan hanya efektif dihambat dengan penguatan ideologi yang berpihak. Ragam aktualisasi ekonomi bela-beli yang tumbuh dan bergerak diberbagai daerah harus terus diapresiasi dan disebarluaskan sebagai model membangun kedaulatan ekonomi.

(Ahmad Ma'ruf. Penulis adalah pengajar prodi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan peneliti Inspect. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Sabtu 10 September 2016)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X