Di masa kini, RRI di berbagai kota besar di Indonesia termasuk Yogya harus menjadi bagian dari gerakan penguatan identitas kota yang pro publik. RRI harus bertahan menjadi ruang publik ketika alun-alun, lapangan, jalan raya, pasar tradisional berubah menjadi ruang privat. Ketika jalan raya menjadi arena menakutkan akibat macet dan polusi udara, RRI menjadi solusi cepat untuk tata kota yang humanis. Untuk merangkul publik perkotaan yang kian kritis, upaya mengedepankan isuisu empirik lebih tepat, antara lain melalui tagline yang dekat ke identitas kota setempat, misalnya radio Semarang, bukan RRI Semarang. Sebaliknya, isu-isu sloganistik seperti RRI media perjuangan, media penjaga NKRI, dll yang cenderung ‘kosong’ bagi warga kota harus ditempatkan hanya sebagai spirit kalangan internal.
(Masduki. Mahasiswa S3 Kajian Penyiaran Publik, University of Munich, Jerman, Dosen Tetap Ilmu Komunikasi UII. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Sabtu 10 September 2016)