Kedua, belum sempurnanya aturan dasar mengenai sistem parlemen yang masih memunculkan dilematika. Apakah kita berkayuh pada sistem parlemen tiga kamar (tricameral) atau justru parlemen dua kamar (bicameral).
Ketiga, belum sempurnanya aturan dasar mengenai komisi-komisi negara atau lembaga pendukung dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Akibatnya timbul benturan kewenangan di antara lembaga.
Manfaatkan Momentum
Perubahan terhadap UUD 1945 hendaknya dilakukan berdasar kehendak rakyat dan disusun dengan grand design yang jelas. Tidak adanya grand design akan mengakibatkan perubahan dilakukan secara acak dan yang terjadi adalah muatan materi yang timbul di dalam UUD 1945 hanyalah kalimat-kalimat emosi dan merupakan kepentingan politik semata.
Melihat komposisi parlemen hari ini, terlihat bahwa perubahan bukan hal yang sulit untuk kemudian dilakukan. Pasal 37 ayat (1) UUD NRI 1945 menyebutkan perubahan bisa diajukan sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR. Itu berarti perubahan hanya dapat dilaksanakan apabila diajukan oleh sekurang 232 anggota MPR. Dengan bergabungnya Golkar dan PAN ke dalam partai pendukung pemerintah, praktis membuat dukungan parlemen terhadap pemerintah telah mencapai 385 kursi.
Untuk itu, menjadi keharusan kini semua pihak memanfaatkan momentum tersebut. Guna menjadikan negara Indonesia lebih baik ke depannya.
(Harry Setya Nugraha SH. Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi FH UII dan Mahasiswa Magister Hukum UII Yogyakarta. Artikel ini tertulis di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 23 Agustus 2016)