KRjogja.com - PENYUSUN konten kreatif saat ini dibuat mudah. Siapa saja bisa bikin konten, karena saat ini kita didukung sarana canggih teknologi dan digital berupa smartphone, alias telpon cerdas. Diskursus atas konten yang viral dalam konteks ekonomi digital sangat menarik dicermati dalam pembentukan opini. Rasional thinking seorang dapat tergerak oleh sebuah konten. Penikmat konten unggahan lantas harus dipilih, apakah mereka memiliki pengetahuan cukup, atau hanya berperilaku mengikuti arah keramaian (herding behaviour).
Konten kreator tentu mampu membangun sebuah image, mempengaruhi persepsi, dan menciptakan opini masyarakat. Tak pelak, sebuah peristiwa unik di daerah terpencil cepat menyebar. Tak heran, sebuah warung makan di daerah dengan rasa yang medok dan lezat dikreasi dengan penjaja paras manis, mendadak viral dibuat magis, bahkan makin laris.
Kreasi konten untuk membentuk ekspektasi masyarakat sah-sah saja. Itu salah satu channel komunikasi. Ia akan menciptakan dan mendongkrak konsumerisme di daerah warung tersebut berlokasi. Konten juga dapat memberikan efek multiplier dengan mengunggah atau mencipta bisnis warung serupa di daerah lain. Pendeknya, viralnya aktivitas ekonomi yang positif dapat memberi getok tular nilai tambah bagi perbaikan ekonomi masyarakat.
Baca Juga: Lakukan Rebranding, BBSPJIKKP Siap Berikan Pelayanan yang Lebih Efektif dan Efisien
Contoh lain yang masih hangat adalah penjual kambing di Bantul. Jelang Idul Adha, untuk urusan daging kurban saja, konten dikreasi secara menarik dengan menghadirkan tenaga marketing cantik untuk meningkatkan omset penjualan. Dampaknya signifkan rupanya. Ternyata tidak saja mobil mewah yang memerlukan wanita-wanita cantik sebagai Sales di Show Room. Kambing pun menjelang Idhul Adha dibuat merasa terhormat.
Viralnya sebuah konten akan ditangkap dan direspon masyarakat yang bernama netizen. Sebuah konten misalnya diunggah melalui youtube, reel, atau tiktok, tidak saja didatangi untuk pembuktian, tapi juga dikomentari secara brutal bila tidak memenuhi harapan atau istilah sekarang nge-prank. Akibatnya, komentar brutal tanpa saringan viral, menyebar tak terbendung ke seantero dunia. Ini amat mempengaruhi persepsi dan opini. Persoalannya, apakah konten itu benar, fiktif, atau memang memerlukan perhatian khusus sehingga perlu diviralkan. Di sini kearifan masyarakat dan integritas pembuat konten sangat diperlukan.
Bila sebuah konten dibuat untuk menawarkan sebuah solusi bagi kebangkitan ekonomi, tentu akan menghadirkan respon positif yang terakumulasi, terkapitalisasi dan berdampak signifikan bagi perekonomian secara luas. Maka virallah sebuah kebaikan. Pembuat konten akan mendapat "cuan" tiada terkira di dunia, karena mampu memberi nilai tambah pada perekonomian. Bahkan, insya Allah unggahan yang baik dan mampu mengubah perilaku ekonomi menjadi ke arah yang lebih produktif akan viral di akhirat. Semua energi positif seluruh postingan followers juga akan dicatat sebagai amal kebaikan. Itu namanya berkah.
Namun, bila konten negatif diunggah dan viral, di dunia Ia juga cuan. Akun pengunggah konten melambung dan akan dapat cuan dari iklan karena banyaknya followers dan subscribers. Belum lagi, bila konten dibuat penggalan-penggalan untuk dimonetisasi menjadi konten singkat dan viral. Cuan terus mengalir. Namun, di akhirat lain cerita. Jangan dikira konten negatif tidak viral di akhirat lho.
Baca Juga: Munas Pertama IKA Pawitikra SMPN 5 Yogya, Dimeriahkan Jalan Bahagia Bareng Kanca
Postingan yang terakumulasi dan menyebarkan virus kebencian, iri dengki, pamer kekayaan, fitnah dan sebagainya, tidak saja viral di dunia, tapi juga di akhirat. Arena pergunjingan atau ghibah di medsos juga pasti viral tertransmisikan ke akhirat, dan memiliki dampak tidak kalah dahsyat. Misal, sebuah keburukan diunggah tanpa solusi dan berdampak pada merosotnya pendapatan masyarakat dan menimbulkan kebencian kaum subsistences. Unggahan model ini akan mudah dimasuki para netizen anti kemapanan. Mereka menghakimi, tanpa berfikir rasional. Permikirannya bahkan diikuti oleh netizen lain yang tidak rasional, cenderung ikut-ikutan, dan memiliki sifat herding behavior.
Langkah ke depan dan kehati-hatian
Digitalisasi teknologi laksana pedang bermata dua. Unggahan sebuah konten bisa menerobos ruang publik, memberikan dampak positif bagi masyarakat, dan itu berpahala. Sebaliknya, konten tidak berbobot bila dikonsumsi dan bahkan menjadi sebuah gaya hidup, dapat berdampak buruk pada masyarakat lalu melahirkan opini tersendiri. Keduanya akan viral di dunia dan di akhirat serta mendapat ganjaran yang setimpal.
Oleh karena itu, keseimbangan dan rasionalitas berpikir dalam unggahan di medsos perlu dikedepankan. PR Pemerintah juga masih banyak, terutama dalam mengatur unggahan, melakukan monitoring akun-akun robot dan buzzer, membekukan dan menyelidiki bila dampak sebuah unggahan meresahkan, serta melakukan sosialisasi secara gencar. Kesemuanya langkah itu ditempuh agar dunia netizen menjadi lebih sehat.
Timbangan kebaikan dari sebuah postingan juga akan viral di akhirat. Timbangan keburukan sebuah postingan juga sama viralnnya di akhirat, dan bahkan dapat menggerus tabungan kebaikan. Seberapa berat timbangan amal kebaikan beradu dengan keburukan, Allah lah yang akan menimbangnya. Ia Maha Cepat perhitungannya. Innallaha sarrii’ul hisab.
Baca Juga: Pameran Seni 'Nature Relaxation' Tawarkan Relaksasi di Tengah Hiruk-Pikuk Kehidupan