Ekonomi Kreatif

Photo Author
- Minggu, 27 Oktober 2024 | 15:10 WIB
Nur Afan Dwi Saputro, STP., MM.
Nur Afan Dwi Saputro, STP., MM.

 

KRjogja.com - PELANTIKAN para menteri Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo-Gibran telah dilakukan beberapa hari lalu. Jumlah kabinet yang gemoy ini akibat pemekaran beberapa kementrian salah satunya kementrian pariwisata ekonomi kreatif di era Presiden Jokowi, kini dipisah menjadi dua yaitu kementrian pariwisata dan kementrian ekonomi kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif.

Saat ini Indonesia memiliki potensi ekonomi kreatif (ekraf) yang besar, terutama dalam industri seperti film, musik, seni dan kerajinan, dan permainan. Data Outlook Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2023/2024 yang dirilis oleh Kemenparekraf menyebutkan bahwa pencapaian nilai tambah ekraf pada tahun 2022 diestimasikan berhasil mencapai sebesar 1.280 triliun rupiah atau 6,54% dari keseluruhan PDB Indonesia dengan total nilai ekspor ekraf sebesar USD 26,94 miliar. Sektor ekraf diestimasikan berhasil menyerap tenaga kerja sebesar 23,98 juta orang. Hal Ini menempatkan Indonesia pada peringkat 3 besar dunia, setelah Amerika dan Korea, dengan subsektor produk unggulannya adalah fashion, kuliner dan kriya.

Namun demikian, meski memiliki potensi besar, para pelaku ekraf Indonesia masih mengalami kesulitan dalam mengakses permodalan di lembaga keuangan. Berdasarkan data Sensus Ekonomi BPS 2016, hanya 13% dari pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) yang telah mengajukan pinjaman ke bank; 88% di antaranya diberikan pinjaman dan 12% sisanya ditolak.

Baca Juga: Dapat Dukungan dari Ponpes Al Falahiyyah Mlangi, Harda-Danang Siap Perjuangkan Raperda Pesantren

Situasi yang sama juga berlaku untuk pendanaan non bank (pendanaan berbasis ekuitas seperti modal ventura). Sehingga sebagian besar pelaku industri kreatif masih mengandalkan pendanaan pribadi dan pendanaan swasta sebagai sumber utama modal usaha yang mencapai 92% dari pelaku ekraf Indonesia (IPSOS,2018).

Salah satu faktor pelaku ekraf Indonesia kesulitan mengakses permodalan di lembaga keuangan dikarenakan mayoritas mereka tidak memiliki asset fisik sebagai jaminan utang. Merespon hal tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan PP 24/2022 tentang ekonomi kreatif yang mengatur skema pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual (KI) dan menjadikan KI sebagai objek jaminan utang bagi lembaga keuangan bank atau nonbank. Singapura, Jepang, dan India adalah contoh negara yang telah menerapkan skema pembiayaan berbasis KI, hal ini menandakan skema ini telah diakui secara global.

Untuk mendukung implementasi KI sebagai agunan kredit, OJK juga telah mengirimkan surat No. S-12/D.03/2022 pada 2 September 2022 kepada seluruh bank umum konvensional. Surat tersebut merupakan penegasan sekaligus dukungan OJK dalam praktik penggunaan KI sebagai agunan kredit oleh perbankan. Namun demikian perkembangan pembiayaan pelaku ekraf dengan skema tersebut sampai saat ini belum menggembirakan dan lembaga keuangan masih tampak enggan menggarap peluang tersebut.

Baca Juga: Pelaku Desa Wisata Nganggring Dilatih Membuat Laporan Keuangan dan Garnish Makanan

Setidaknya ada empat hal yang menyebabkan belum nendangnya efek dari beleid tersebut terhadap penyaluran kredit kepada pelaku ekraf. Pertama penilaian nilai KI masih bersifat subyektif dan belum memiliki standar yang jelas dan berlaku universal serta masih minimnya penilai KI yang telah tersertifikasi. Kedua, belum adanya regulasi yang mengatur pasar KI yang bisa dijadikan tempat jual-beli KI manakala pemegang KI ingin melikuidasi jika terjadi gagal bayar dan juga sekaligus sebagai referensi dalam penentuan valuasi KI.

Ketiga, masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya KI dan hak cipta itu sendiri, sehingga masih sering terjadi pelanggaran hak cipta dan KI dan tidak terbayarnya royalti kepada pemegang hak cipta dan KI. Dan yang keempat adalah persyaratan yang ketat dari lembaga keuangan untuk memberikan pinjaman, termasuk jaminan yang konkret. Kekayaan Intelektual meskipun bernilai namun masih dianggap kurang memadai sebagai jaminan utang.

Agar implementasi PP 24/2022 lebih efektif pemerintah diharapkan bisa memberikan fasilitasi pembiayaan berupa insentif kepada lembaga keuangan yang bisa berwujud subsidi bunga dan fasilitas penjaminan dari perusahaan penjaminan. Selain itu juga fasilitasi bagi pelaku ekraf dalam proses pencatatan KI di kementrian hukum sehingga jumlah pelaku ekraf yang masuk kategori layak untuk dibiayai semakin banyak.

Baca Juga: Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia Gelar Pameran Seni

Kini kita menunggu apakah pemisahan kemenparekraf menjadi dua kementrian di Kabinet Merah Putih menambah rumit regulasi dan birokrasi atau bisa fokus bekerja mengembangkan ekonomi kreatif menjadi pilar perekonomian Indonesia di masa mendatang. Waktu yang akan menjawabnya. (Nur Afan Dwi Saputro, STP.,MM., Pemimpin Bank BPD DIY Cabang Wates)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X