Krjogja.com - BULLYING atau perundungan termasuk perilaku agresif oleh seseorang atau sekelompok orang secara sengaja dan berulang. Tujuannya membuat orang lain merasa tidak nyaman, bahkan acapkali berdampak mengakibatkan cedera fisik, trauma psikologis, dan terpinggirkan secara sosial.
Perundungan bisa dilakukan oleh siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa, bisa terjadi di rumah, jalan, pasar, terminal, bahkan di sekolah. Praktik perundungan juga terjadi di SMP Negeri 1 Semin (Espensa), tempat penulis bertugas sebagai kepala sekolah.
Karena masih remaja, siswa pelaku perundungan menganggap perbuatannya sekedar bercanda dan tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan. Pada sisi korban, tindakan perundungan dirasakan sebagai tekanan dan umumnya tidak berani melawan.
Bahkan korban merasa takut melaporkan apa yang dialaminya baik kepada guru maupun kepada orangtuanya. Sekolah telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya perundungan, bahkan tata tertib sekolah jelas melarang tindakan perundungan. SMP Negeri 1 Semin juga sudah membentuk tim anti perundungan dan kekerasan yang anggotanya terdiri guru, komite sekolah dan orang tua siswa.
Deklarasi sekolah ramah anak berikut sosialisasi anti perundungan juga telah dilaksanakan pada saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) siswa baru. Kendati semua upaya telah ditempuh, rupanya praktik perundungan masih saja terjadi di SMP Negeri 1 Semin.
Baca Juga: Jadwal KRL Jogja - Solo Pada Weekend Jumat 24 Januari 2025
Mengurai Benang Kusut Perundungan
Menghadapi fenomena perundungan, SMP Negeri 1 Semin tidak pernah putus asa untuk mencari solusinya. Langkah yang tepat dan efektif terus dilakukan dalam pencegahannya.
Sebagai kepala sekolah, penulis menangkap pentingnya sebuah pendekatan yang dapat memberi kesan mendalam kepada para siswa, sehingga pesan pencegahan perundungan dapat terpatri untuk diamalkan. Gaya remaja masa kini, tidak bisa menerima sebuah sosialisasi sekedar melalui ceramah dan himbauan.
Anak zaman sekarang, menurut penulis lebih tertantang untuk difasilitasi melakukan aksi bertema pencegahan perundungan. Mereka dapat menikmati sebuah interaksi sosial dan berkolaborasi dengan teman-temannya dalam menggarap kegiatan.
Melalui pendekatan berkegiatan bersama, penulis menduga lebih efektif untuk menginternalisasi siswa bahwa perundungan adalah perbuatan buruk yang merugikan korbannya. Strateginya dengan memanfaatkan kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau yang disingkat P5 untuk menginternalisasi anti perundungan.
Bentuk kegiatan dalam projeknya berupa bermain drama, dengan tema disesuaikan dengan masalah perundungan yaitu Bangunlah Jiwa Raganya. Lebih spesifik lagi sub tema atau topik yang diangkat adalah Aksi Kampanye Anti Perundungan.
Melalui permainan drama ini, penulis melihat kesesuaian untuk menjawab tantangan menginternalisasi gerakan anti perundungan di SMP Negeri 1 Semin melalui pencapaian 2 tujuan utama kegiatan P5. Projek dengan topik Aksi Kampanye Anti Perundungan yang dilaksanakan selama 3 minggu ini memiliki 2 tujuan.
Pertama, melatih kemampuan peserta didik dalam berempati dan menemukan titik kolaborasi dalam penyelesaian masalah perundungan di sekitar mereka. Kedua, melalui projek ini siswa dapat mengembangkan secara spesifik tiga dimensi profil Pelajar Pancasila, yaitu Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan kreatif, serta Gotong royong.
Baca Juga: Jaga Stabilitas Keuangan, LPS Pertahankan Tingkat Bunga Penjaminan
Pentas Drama Anti Perundungan
Sebelum melahirkan sebuah karya drama, dilakukan sosialisasi tentang perundungan yang menampilkan narasumber para guru serta menghadirkan unsur dari PPA Dinas Sosial Kabupaten Gunungkidul. Bermain drama dipilih sebagai puncak kegiatan P5 agar materi anti perundungan yang diperoleh siswa lebih terpateri dan berkesan pada siswa.