KRjogja.com - DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA penuh dengan masalah kompleks yang harus diselesaikan. Mulai dari kemiskinan, kekerasan jalanan (klitih) hingga pengelolaan sampah. Saat ini terhadap beberapa program pemerintah terkait dengan pengelolaan sampah antara lain pengelolaan sampah kewilayahan dimana pembuangan sampah di Depo DLH akan menggunakan pengerobak yang diatur oleh RW dan RT. Sebelumnya, program pembuatan biopori, bank sampah serta program 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) masih terus dijalankan.
Walaupun demikian solusi pasti atas sampah masih diharapkan oleh warga. Demikian pula program penanganan sampah tampaknya masih hanya jadi PR bagi pemerintah sampai kalangan pemimpin desa, hingga kesadaran sampai ke seluruh kalangan lapisan Masyarakat DIY masih lemah.
Gerakan Kelola sampah di Jogja yang berjalan secara individu, membuat solusi penangaan sampah belum total. Lemahnya kampanye pemerintah dalam usaha membangun awareness masyarakat salah satunya digambarkan oleh penuhnya billboard atau spanduk iklan komersial maupun politik dijalan-jalan Yogyakarta tapi segelintir billboard menyerukan pengelolaan sampah.
Baca Juga: Banyak Diprotes, Dirut Bulog Letjen Novi Prasetya Dikabarkan Mundur Sebagai Prajurit TNI
Pemasaran selalu dipersepsikan sebagai suatu kegiatan yang diperuntukan untuk tujuan komersil. Namun dalam perkembangannya pemasaran juga dapat menangani permasalahan sosial. Pemasaran sosial memastikan konsumen dapat merubah perilaku mereka secara sukarela agar dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Menurut Fagenel dan Streicher (2022) terdapat empat jenis perubahan sosial yang dapat dipengaruhi melalui pemasaran sosial: 1. Perubahan kognitif. 2. Perubahan tindakan atau dorongan untuk bertindak. 3. Perubahan perilaku. 4. Perubahan nilai.
Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah dari perspektif pemasaran sosial. Satu, kenali segmen dan target Masyarakat yang menjadi sasaran pemerintah untuk kampanye sampah. Yogyakarta terdiri dari ribuan universitas, sekolah, industri dan para wisatawan yang membanjir setiap libur Panjang. Berdasarkan data BPS (2023) diantara 4.179.333 warga DIY sebanyak 9,62%. (401.863) adalah mahasiswa. Walaupun tak banyak, mahasiswa adalah generasi yang Digital Native, suara mereka di dengar dikanal digital dan cepat menjadi viral.
Belajar dari Thailand, penerapan Waste Manajemen dilakukan dengan menggandeng Surat Thani Rajabhat University (SRU) yang didukung oleh United Nation Development Program (UNDP). SRU dipilih menjadi area dimana percobaan program waste reduction dilakukan secara integrative sebagai sandbox environment. Program ini melibatkan pihak universitas secara multilevel, dari manajemen, dosen, mahasiswa dan staff. Aktifitas dilakukan dengan semangat kolaboratif menghasilkan sejumlah inisiatif yang juga berkembang melalui proses pengujian umpan balik sampai program inisiatif yang memuat reward "Recycling Waste to Win Luck with Trash Lucky".
Baca Juga: Mulai Padat, One Way Arus Mudik di Trans Jawa Diperpanjang
Program ini mendorong mahasiswa memilah sampah mereka dengan melaporkannya di aplikasi yang didesain sedemikian rupa untuk menghitung point kontribusi. Pada akhirnya point tersebut dapat ditukar dengan hadiah. Melibatkan mahasiswa dapat membawa suara yang powerful untuk mengedukasi pentingnya waste management.
Dua, bauran pemasaran 4P dapat digunakan untuk merancang strategi merubah perilaku Masyarakat akan olah sampah. Dari sisi produk yang ditawarkan kepada Masyarakat adalah semua program dari pemerintah untuk penanganan sampah seperti 3R, pisah sampah. Melalui pricing pemerintah dapat mengetatkan pinalti atas perilaku buang sampah sembarang atau pemberian insentif / reward bagi wilayah yang menerapkan waste management dengan baik. Strategi place pemerintah dapat merancang tempat-tempat recycle dan lokasi tertentu untuk pembuangan sampah dengan aturan yang jelas.
Bagian akhir adalah promosi dimana kampanye secara intensif dan masif dilakukan untuk menggugah kesadaran yarakat melalui iklan di radio, billboard dan dan sosial media atau melibatkan influencer. Membuat program edukatif di sekolah dan universitas yang melibatkan siswa dan mahasiswa untuk kampanye waste management, pisah sampah sebagai bagian gaya hidup.
Baca Juga: Wartawati di Banjarbaru Dibunuh Prajurit TNI AL, Ini Kata KSAL
Terakhir, tidak cukup strategi membangun awareness dan edukasi pemerinta pada publik. Pemerintah dapat membuat program rutin 'Tantangan 30 Hari Tanpa Sampah' untuk memastikan perubahan gaya hidup. Program ini dapat terus dilanjutkan dalam proses yang berulang-ulang dan terus menerus dikembangkan. Bahkan belajar dari kasus Thailand mengintegrasikan model waste management sebagai bagian dari kurikulum di Universitas. (Nadia Nila Sari, SE., MBA., Dosen Program Studi Manajemen, Universitas Atma Jaya Yogyakarta)