Karakter Brutus

Photo Author
- Minggu, 29 Juni 2025 | 22:10 WIB
Timothy Apriyanto.
Timothy Apriyanto.

KRjogja.com - DALAM sejarah Romawi, Marcus Junius Brutus dikenal sebagai salah satu tokoh yang terlibat langsung dalam pembunuhan Julius Caesar, seorang pemimpin yang pernah menjadi sahabat dan pelindungnya. Tulisan ini terinspirasi dari dialog penulis dengan mentor senior yang sering menyampaikan bahwa karakter Brutus sangat relevan hari ini. Banyak tokoh publik, aktivis, atau bahkan pemimpin, dihadapkan pada pilihan serupa: antara menjaga idealisme atau berkompromi demi stabilitas.

Brutus mengajarkan bahwa niat baik saja tidak cukup. Kebenaran harus disertai dengan ketajaman membaca konteks dan dinamika kekuasaan.

Dalam karya agung William Shakespeare, "Julius Caesar", Brutus muncul sebagai salah satu karakter paling kompleks dan tragis. Ia bukan sekadar antagonis atau protagonis, melainkan cerminan dari pergulatan batin antara kehormatan, ambisi, dan pengkhianatan. Karakter Brutus menawarkan lensa untuk memahami dilema moral yang abadi, di mana keputusan yang dianggap benar justru membawa kehancuran. Brutus terjebak dilema moral dan konflik batin manusia antara kesetiaan pribadi dan tanggung jawab publik.

Baca Juga: Tak Hanya Kecerdasan Akademik, SD Muhammadiyah Sagan Bekali Lulusan dengan Karakter dan Ilmu Agama

Brutus hidup di masa transisi Republik Romawi, ketika kekuasaan mulai terpusat pada satu orang, Julius Caesar. Meski Caesar membawa stabilitas dan popularitas yang didukung rakyat, kaum senat dan aristokrat termasuk Brutus, namun ia melihat ini sebagai ancaman pada nilai-nilai republik. Brutus, yang merupakan keturunan dari pendiri Republik Romawi, Lucius Junius Brutus, terjebak antara loyalitas pribadi kepada Caesar dan tanggung jawab moral kepada Republik.

Keputusan Brutus membunuh Caesar bukan sekadar soal ambisi pribadi, tapi juga tindakan berdasarkan prinsip bahwa kekuasaan absolut akan menghancurkan kebebasan. Dalam drama Shakespeare, Brutus berkata, “Not that I loved Caesar less, but that I loved Rome more.” Di sinilah tragedi moralnya: ia memilih prinsip negara di atas persahabatan.

Kutipan Brutus dalam drama Shakespeare itu senada dengan kutipan Manuel L Quezon, Presiden Persemakmuran Filipina (1935-1944) yang pernah mengatakan: “My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins.“ Kalimat yang sama pernah pula diucapkan oleh Presiden AS; John F Kennedy (1961-1963) dihari pelantikannya, "Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country".

Baca Juga: Satu Pekan Bersama Bung Besar di Ruang Literasi Kaliurang, Menghidupkan Kembali Gagasan Revolusioner Sukarno

Ia adalah keturunan langsung dari Lucius Junius Brutus, tokoh legendaris yang menggulingkan monarki Romawi dan mendirikan Republik. Darah dan sejarah keluarga menuntutnya untuk menjaga warisan republik, sementara persahabatan pribadi dengan Caesar membuat keputusan tersebut makin berat.

Brutus terlalu idealis dan percaya bahwa niat baik akan membuahkan hasil baik. Ia mengira bahwa setelah Caesar mati, rakyat dan senat akan kembali menjunjung Republik dan menolak kekuasaan tunggal. Kenyataannya, justru kekacauan muncul. Kekosongan kekuasaan pasca-Caesar dimanfaatkan oleh pihak lain, termasuk Mark Antony dan Octavianus, yang pada akhirnya membentuk kekaisaran yang lebih kuat daripada sebelumnya.

Brutus bukan hanya pembunuh dalam sejarah, ia adalah simbol kegagalan idealisme murni ketika dihadapkan pada realitas politik. Ia gagal memahami bahwa politik tidak digerakkan semata oleh prinsip, tetapi juga oleh kekuatan, citra, dan kompromi. Di sini, Brutus bukan penjahat, tapi tragis. Ia memilih bertindak benar menurut hati nurani, tapi dunia tak selalu menghargai niat baik.

Baca Juga: Video Polisi Lawan Arus Saat Kawal Pejabat di Demak Viral, Kakorlantas Bersikap

Kehormatan yang dikejar Brutus justru menjadi awal kelemahannya. Dalam pertempuran di Philippi (Act V), Brutus kehilangan dukungan karena ketidakmampuannya menyatukan visi dengan Cassius. Konflik internal mereka mempercepat kekalahan, dan kematian Brutus dengan bunuh diri, menandai puncak tragis dari idealismenya yang keliru. Ia mati dengan kata-kata, "Caesar, sekarang tenanglah; aku tidak membunuhmu dengan setengah hati seperti ini" (Act V, Scene V), menunjukkan penyesalan yang terlambat atas keputusannya.

Akhirnya, Brutus bukan semata sosok pengkhianat. Ia adalah pribadi yang dikhianati harapannya sendiri. Ia menikam Caesar, tapi juga menusuk cita-citanya sendiri. Dalam tragedinya, kita melihat cermin dari betapa rumitnya moralitas dalam dunia kekuasaan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X