Pemimpin sejati harus mampu menjaga keseimbangan antara struktur dan spirit. Ia bukan hanya manajer yang menjaga arus kas atau target produksi, tetapi juga penjaga api yang menerangi jalan saat gelap. Dengan memberi ruang bagi kreativitas, empati, dan dialog terbuka, organisasi bisa tetap bernapas dan tumbuh dari dalam.
Mungkin kita perlu bertanya ulang: apa yang dulu membuat organisasi ini berdiri? Apakah kita masih setia pada panggilan itu? Bila jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sederhana ini tak lagi membangkitkan semangat siapa pun, maka ada yang perlu diperiksa.
Karena organisasi bisa saja terus hidup secara administratif. Tapi bila angin tak lagi singgah, bila napasnya hilang, maka ia hanyalah tubuh kosong yang perlahan mengering. Drs. C. Jarot Priyogutomo, MBA., Dosen Pemasaran Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta)