WAKTU terus berputar, dan kini kita berdiri di ambang perayaan ulang tahun ke-80 Republik Indonesia. Delapan puluh tahun sudah bendera merah putih berkibar gagah, delapan puluh tahun sudah kita mengukir sejarah sebagai bangsa yang merdeka.
Namun, di tengah euforia kemerdekaan, sebuah pertanyaan getir mengusik nurani kami warga Bantul : kapan kita benar-benar merdeka dari sampah? Bantul Bersih Sampah 2025, atau yang lebih dikenal dengan slogan "Bantul Bersama" sempat melambungkan harapan kami.
Harapan membumbung tinggi, membayangkan Bantul yang asri, bebas dari tumpukan sampah yang menggunung. Namun, kini 2025 telah tiba, dan realitas yang kami hadapi sungguh jauh dari harapan.
Alih-alih bersih, sampah justru semakin merajalela. Di setiap sudut wilayah, di tepi-tepi jalan, bahkan di aliran sungai yang seharusnya jernih, tumpukan sampah menjadi pemandangan yang menyayat hati.
Plastik, sisa makanan, limbah rumah tangga, semua bercampur aduk, menciptakan bau tak sedap dan menjadi sarang penyakit. Janji "Bantul Bersama" seolah hanya menjadi slogan kosong, tanpa makna yang nyata.
Keprihatinan ini semakin mendalam ketika kita melihat tingkat kesadaran masyarakat Bantul yang masih sangat rendah terhadap masalah sampah. Membuang sampah sembarangan seolah menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan.
Edukasi dan sosialisasi yang gencar dilakukan pemerintah dan berbagai komunitas seolah tak mampu menembus tembok ketidakpedulian. Tempat sampah yang disediakan seringkali kosong, sementara di sekelilingnya sampah berserakan.
Fenomena ini diperparah oleh karakter sebagian warga yang masih menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab, tidak disiplin, dan kurang peduli terhadap lingkungan mereka sendiri.
Seringkali terlihat bagaimana sampah dibuang begitu saja dari kendaraan yang melaju, atau dibiarkan menumpuk di depan rumah tanpa ada upaya untuk mengelolanya.
Kesadaran untuk memilah sampah di tingkat rumah tangga masih minim, padahal ini adalah langkah awal yang krusial. Kita mungkin bisa menyalahkan pemerintah yang kurang tegas dalam penegakan aturan, atau kurangnya fasilitas pengelolaan sampah yang memadai.
Namun, kita juga harus berkaca pada diri sendiri. Bukankah kemerdekaan sejati adalah ketika kita mampu bertanggung jawab atas lingkungan kita sendiri? Bukankah kemerdekaan adalah ketika kita mampu menjaga kebersihan bumi yang kita pijak, demi generasi mendatang?
Sampah bukan hanya masalah estetika, bukan hanya masalah bau tak sedap. Sampah adalah ancaman serius bagi kesehatan kita, bagi kelestarian lingkungan, dan bagi masa depan anak cucu kita.
Sampah mencemari tanah, air, dan udara. Sampah membunuh biota laut, merusak ekosistem, dan menyebabkan bencana alam.
Maka, di momen peringatan HUT RI ke-80 ini, marilah kita merenung. Kapan kita bisa benar-benar merdeka dari sampah? Kemerdekaan sejati tidak akan pernah tercapai jika kita masih terbelenggu oleh kebiasaan buruk dan ketidakpedulian terhadap lingkungan.
Sudah saatnya kita bergerak, bukan hanya menunggu pemerintah. Sudah saatnya kita memulai dari diri sendiri, dari rumah kita sendiri. Mari pilah sampah, kurangi penggunaan plastik sekali pakai, dan buang sampah pada tempatnya. Mari ajak keluarga, tetangga, dan teman-teman untuk peduli.
Kemerdekaan dari sampah adalah tanggung jawab kita bersama. Mari kita buktikan bahwa semangat kemerdekaan yang telah diperjuangkan para pahlawan tidak hanya berhenti pada kemerdekaan politik, tetapi juga merdeka dari belenggu sampah yang merusak bumi pertiwi.