Di sinilah seharusnya peran negara hadir, tidak hanya sebatas membuat peraturan tentang label kental manis, tetapi juga mengawasi penggunaannya di lapangan. Regulasi yang baik akan sia-sia tanpa pengawasan yang efektif. Lebih jauh, pemerintah juga memikul tanggung jawab sebagai penjamin hak-hak anak. Sebagaimana diatur dalam Convention on the Rights of the Child (CRC) yang diratifikasi lewat Keppres No. 36 Tahun 1990,termasuk hak anak untuk mendapatkan gizi yang layak dan terbebas dari paparan produk yang menyesatkan.
Lebih holistik, tugas pemerintah juga bertanggung jawab menciptakan lingkungan sosial dan ekonomi yang kondusif agar orang tua benar-benar mampu dan terdorong untuk memperhatikan kebutuhan gizi anak-anak mereka. Seperti halnya kemerdekaan yang pernah kita perjuangkan bersama, anak-anak Indonesia seharusnya merdeka dari berbagai bentuk ketergantungan, termasuk ketergantungan pada produk kental manis yang menyesatkan dan berisiko bagi kesehatan mereka. Pemerintah harus memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, seperti akses pangan yang cukup, pendidikan gizi, dan dukungan ekonomi, sehingga perhatian terhadap gizi anak tidak terabaikan akibat tekanan ekonomi yang berat.
Tanpa intervensi yang menyeluruh dan terpadu seperti ini, upaya penurunan angka stunting dan masalah gizi lainnya hanya akan bersifat parsial dan sementara. Kita justru berisiko melahirkan generasi yang memiliki potensi terhambat, rentan terhadap penyakit tidak menular, dan mengalami keterbatasan dalam pengembangan diri. Oleh karena itu, peran negara sebagai pelindung hak anak harus berjalan nyata di lapangan, bukan hanya di atas kertas, agar anak-anak kita benar-benar merdeka dari produk kental manis yang menyesatkan dan memiliki masa depan yang sehat, berkualitas, serta penuh harapan. (Penulis adala Sekretaris Jenderal Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia)