Rakyat Butuh Tindakan DPR dan Pemerintah, Tak Cukup Hanya Minta Maaf
oleh : Octo Lampito
Aksi demo di Indonesia pada tahun 2025 terus berlanjut. Gelombang demonstrasi yang semula dimulai pada 25 Agustus 2025 sebagai protes terhadap kenaikan tunjangan anggota DPR, kebijakan kontroversial pemerintah, serta kenaikan pajak. Namun berkembang menjadi aksi yang lebih masif dan melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti mahasiswa, buruh, dan pengemudi ojek online.
Pemerintah dan DPR memang sudah minta maaf. Bahkan berjanji akan menunjau ulang kebijakan tunjangan DPR yang fantastis itu, namun rakyat menuntut bukti. Bukan sekadar ‘akan’ meninjau ulang, publik butuh kepastian.
Sebenarnya jika dirunut akar masalahnya, aksi demo bukan hanya gara-gara joget-joget di DPR. Namun kebijakan fiscal yang dianggap tidak adil. Kebijakan pemerintah yang agresif dalam memungut pajak, meskipun bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, dipersepsi oleh sebagian masyarakat dan pelaku ekonomi sebagai bentuk pengetatan fiskal yang membebani sektor swasta dan rumah tangga. Ini terutama terasa saat daya beli menurun dan ekonomi sedang melemah. Sedang anggota DPR dan pejabat negara yang penghasilannyta tinggi, justru dibebaskan.
Baca Juga: 98 Demonstran Resmi Dikembalikan Keluarga, satu orang ditahan
Sementara saat ini, rakyat masih terengah-engah menjalani hidup. Terbukti daya beli masyarakat tahun 2025 mengalami penurunan atau pelambatan. Studi dan data terbaru dari berbagai sumber menunjukkan,konsumsi masyarakat, terutama dari kelas menengah ke bawah dan kelas menengah atas, mengalami pelambatan dan penurunan pertumbuhan pengeluaran riil secara tahunan. Sekitar 85% masyarakat mengalami melambatnya konsumsi, yang menjadi indikator utama rendahnya daya beli masyarakat saat ini.
Tekanan terhadap daya beli masyarakat juga menjadi faktor utama pelemahan pertumbuhan ekonomi nasional, yang diperkirakan berada di bawah 5% untuk kuartal II tahun 2025. Penurunan daya beli berdampak pada sektor manufaktur, yang masih mengalami kontraksi akibat lemahnya permintaan barang dan jasa di pasar domestik. Faktor-faktor lain seperti meningkatnya biaya hidup, kenaikan harga kebutuhan pokok, dan kebijakan fiskal yang memberatkan juga turut berkontribusi pada menurunnya daya beli masyarakat.
Jumlah pengangguran di Indonesia membengkak pada tahun 2025. Data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah pengangguran pada Februari 2025 mencapai sekitar 7,28 juta orang, mengalami peningkatan sekitar 83 ribu orang atau 1,11 persen dibandingkan Februari 2024. Meski jumlah pengangguran bertambah, tingkat pengangguran terbuka (TPT) sedikit menurun dari 4,82 persen menjadi 4,76 persen karena pertambahan angkatan kerja yang cukup besar.
Baca Juga: Sultan Datangi Aksi Demo , Begini Narasi Media
Sejumlah pemerintah daerah pada tahun 2025 banyak yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) secara signifikan sebagai upaya untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kenaikan pajak ini dianggap oleh sebagian masyarakat dan pengamat sebagai bentuk ketidak-kreatifan daerah dalam mencari sumber pendapatan alternatif selain hanya mengandalkan kenaikan PBB. Tetapi hal itu imbas dan efisiensi pusat.
Daerah-daerah seperti Kabupaten Pati, Jombang, Kota Cirebon, dan Kabupaten Bone menjadi sorotan karena kenaikan PBB mereka sangat tinggi hingga ratusan persen bahkan mencapai angka seribu persen lebih di beberapa objek pajak. Kenaikan signifikan ini sering menimbulkan protes warga yang merasa terbebani dan membuktikan bahwa pemerintah daerah belum terlalu kreatif dalam mencari solusi pendapatan selain menaikkan pajak.
Untuk menenteramkan aksi demo yang makin masif, maka pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan yang memberatkan. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis yang mengutamakan keadilan, transparansi, dan dialog publik. (wartawan KedaulatanRakyat)