KRjogja.com - PERANG antara Rusia dan Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari 2022 ketika Rusia menyerbu Ukraina, belum menunjukkan tanda-tanda selesai. Bahkan sebenarnya bisa dihitung sejak Februari 2014 ketika Rusia menganeksasi Crimea di wilayah selatan Ukraina. Artikel ini tidak membahas mengapa perang itu terjadi dan upaya-upaya diplomatik yang sudah dilakukan, tetapi membahas perubahan cara berperang di era digital.
Teknologi Baru
Perang yang pada awalnya diprediksi oleh para pengamat hanya akan berlangsung kurang dari seminggu, kini sudah berlangsung tiga tahun lebih. Para pengamat melihat bahwa Ukraina yang dulunya adalah bagian dari Rusia, bukanlah tandingan Rusia, sebagai salah satu negara adidaya di bidang militer, yang hanya bisa ditandingi oleh AS. Namun faktanya, sampai hari ini Ukraina masih melakukan perlawanan dan bahkan justru Rusia yang mengalami kerugian yang lebih besar. Mengapa Ukraina bisa bertahan dan bahkan bisa menyerang balik?
Sebagai negara yang kurang kuat militernya, Ukraina sepertinya bakal segera dihancurkan oleh Rusia yang mempunyai banyak peralatan perang, bahkan banyak yang berteknologi baru. Namun prediksi para pengamat, termasuk pemerintah Ukraina sendiri, ternyata keliru. Militer Rusia ternyata tidak seperti yang dibayangkan banyak orang.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta dan Kejaksaan Sleman Bersinergi Tagih Piutang Iuran Perusahaan
Pada awal serbuan ke arah Kiev, ibukota Ukraina, militer Ukraina mencoba membuat papan penunjuk jalan yang dibuat keliru. Ternyata kendaraan militer Rusia banyak yang tersesat. Belakangan diketahui bahwa mereka masih menggunakan peta kertas buatan tahun 1970-an. Selain itu, perangkat komunikasi yang digunakan masih menggunakan HT standar seperti yang digunakan para satpam di sini, sehingga mudah disadap dan dicegat di tengah jalan.
Seiring dengan berjalannya waktu, semakin terlihat bahwa teknologi tempur yang dimiliki oleh militer Rusia banyak yang bermasalah, meskipun sudah ada juga yang sangat canggih, seperti peluncur peluru balistik S300 dan S400 yang sangat ditakuti. Sebagai contoh, ketika musim salju, banyak kendaraan militer yang ternyata tidak bisa melalui jalan berlumpur. Para pengamat militer melihat, penyebabnya adalah ban yang digunakan adalah ban murahan buatan Cina, yang harganya ditaksir sekitar Rp2 juta, padahal seharusnya menggunakan kualitas ban yang Rp20 juta. Memang diduga banyak terjadi korupsi di tubuh militer Rusia.
Ukraina yang tidak memiliki persenjataan memadai, akhirnya mengandalkan drone. Ya, drone seperti mainan para penghobi di negeri kita, harganya tidak sampai Rp10 juta. Bukan drone tak berawak seperti buatan AS yang harganya jutaan dolar. Dengan sedikit modifikasi, drone tersebut dapat membawa bahan peledak yang cukup untuk menghancurkan tank-tank Rusia, apalagi cuma kendaraan logistik atau pengangkut pasukan.
Baca Juga: 'Kampus Biru Menolak Ayah' Merayakan 80 Tahun Ashadi Siregar
Drone berhasil menghancurkan kapal-kapal perang Rusia, termasuk kapal tercanggih yaitu Moskva yang beroperasi di laut Hitam dan berpangkalan di Sebastopol, Crimea. Ada 16 kapal perang yang dihancurkan Ukraina, padahal Ukraina tidak memiliki Angkatan Laut.
Bahkan di awal Juni 2025, Ukraina benar-benar mengejutkan seluruh dunia, ketika berhasil menghancurkan 40 pesawat tempur canggih milih Rusia. Bagaimana tidak, pesawat-pesawat tersebut diparkir di pangkalan udara Rusia yang jaraknya ribuan kilometer. Yang terdekat dari Ukraina saja jaraknya sekitar 2.000 km (dua kali pulau Jawa) dan yang terjauh jaraknya 6.000 km. Secara teoritis, Ukraina tidak mungkin menyerang pangkalan militer tersebut, karena jarak yang sangat jauh. Kalau menggunakan pesawat tempur pun, harus mengisi bahan bakar di udara dan itu akan segera ketahuan oleh radar-radar Rusia yang masih tersisa.
Namun militer Ukraina dengan dibantu anak-anak muda yang antusias memodifikasi drone, semakin mengandalkan drone modifikasian. Harganya relatif terjangkau (per drone tidak sampai Rp10 juta) namun kemampuan merusaknya tidak kalah dengan rudal-rudal canggih yang harganya miliaran rupiah. Drone-drone tersebut dibawa ke pangkalan militer terdekat dengan truk angkutan barang biasa. Setelah dekat, drone itu dikendalikan dari Ukraina langsung berbasis Internet. Hasilnya sungguh luar biasa.
Baca Juga: Kunjungan Kerja Tim Pengawasan SPMB ke SMAN 3 Yogyakarta dan SMKN 6 Yogyakarta
Pelajaran Bagi TNI