Oleh karena itu, Pusat Penguatan Karakter Kemendikdasmen meminta kita mewaspadai adiksi gawai, karena dapat merangsang kebiasaan yang mengancam gangguan kesehatan fisik dan psikis anak.
Bagi anak, bermain gawai tentu mengasikkan, bahkan membuat lupa waktu, menunda shalat, malas bergerak, bahkan hingga tidak mampu bersosialisasi dan membawa diri.
Untuk mengalihkan keasyikan anak-anak bermain gawai, kita perlu memberikan alternatif permainan lain yang lebih menarik. Tentu saja, jenis permainannya yang bermanfaat merangsang anak untuk bergerak, mengasah otak dan ketrampilan, bersosialisasi, serta menumbuhkan nilai sportifitas.
Saya masih ingat, anak-anak desa di Bantul pada zaman dulu sepulang sekolah bermain bersama. Tempatnya di halaman rumah atau kebun salah satu warga kampung. Permainannya mengandung unsur ketangkasan, ketrampilan, dan yang menarik selalu dilakukan bersama-sama.
Mereka bisa berteriak sepuasnya, berlari kencang sampai gembrobyos, adu kelincahan dan kegesitan, serta adu kepiawaian memainkan alat. Kadang kala dapat berbangga hati menjadi seorang pemenang, namun acap kali harus pula belajar mengakui keunggulan lawan bermainnya.
Sebut saja dolanan benthik, sepak sekong, boi-boinan, gobak sodor, yeye, nekeran, yang semuanya dilakukan di tempat terbuka. Lelah dan lapar pasti datang, karena permainannya menguras tenaga, sehingga durasi dolanan pasti terbatas.
Dolanan hanya bisa dimainkan bareng teman-teman, baik secara individu maupun berkelompok. Maka, anak zaman dahulu selalu bergaul, walhasil setelah mereka dewasa memiliki kenangan indah bermain bersama teman seangkatannya sewaktu kecil.
Silakan dibandingkan dengan bermain gawai, anak yang telanjur kecanduan nge-game, seharian tak ada rasa lelah. Begitu terasa lapar bisa disambi ngemil, itu juga makanannya tidak bergizi dan mengandung pengawet. Maka mereka menjadi anak yang mager, tidak bugar, bahkan obesitas, suka menyendiri, serta gampang marah.
Oleh karena itu, anak-anak perlu dikenalkan dan didorong kembali untuk memainkan dolanan tradisional. Melalui dolanan tradisional, mereka akan memperoleh stimulus ragawi untuk banyak bergerak. Anak akan tercukupi asupan pembiasaan literasi jasmaninya, sehingga menjadi orang yang gemar berolahraga.
Anak yang memiliki literasi gerak yang baik akan berupaya aktif di manapun berada. Mereka juga menyadari bahwa tubuhnya membutuhkan asupan makanan bergizi yang lengkap, sehingga tidak hanya doyan makanan instan.
Semua jenis dolanan tradisonal dapat menstimulasi kesadaran tanggung jawab sosial, karena harus dimainkan bersama-sama. Peralatan permainannya juga dapat dibuat sendiri, hal ini dapat menstimulasi anak menjadi kreatif.
Beberapa permainan tradisonal juga dilakukan berkelompok antar tim. Dengan demikian mereka dapat belajar mengkomplementasikan setiap anggota kelompoknya yang potensinya beragam, sehingga bisa mengungguli kelompok lain.
Ada anak yang tinggi, ada yang pendek, mungkin ada yang gendut, ada yang larinya kenceng, ada yang badannya kuat, semua potensi diramu dalam strategi yang efektif untuk mengumpulkan point kemenangan kelompoknya.
Nampaklah bahwa prinsip kolaborasi telah diasah sejak dini melalui dolanan anak tradisional. Maka lengkap sudah, bahwa dolanan tradisional dapat menstimulasi anak agar sehat, cerdas, kreatif, peduli tanggung jawab sosial.
Kita tidak perlu resah dengan gawai, wong nyatanya anak kita lahir dan hidup di zaman teknologi yang semakin smart. Mereka wajib belajar dan menguasai teknologi apapun yang mendukung keberhasilan hidupnya.