Tumbuk Ageng Ajarkan 'Sangkan Paraning Dumadi', Butet Diingatkan Eros Djarot

Photo Author
Ary B Prass
- Selasa, 26 Desember 2023 | 21:41 WIB
 Butet Kartaredjasa bersama istri, anak, dan cucunya pada acara Tumbuk Ageng. (Foto: Effy Widjono Putro)
Butet Kartaredjasa bersama istri, anak, dan cucunya pada acara Tumbuk Ageng. (Foto: Effy Widjono Putro)

Krjogja.com - BANTUL - Sebagai orang Jawa, ritual Jawa mestinya dilakukan setidaknya sekali semasa hidup. Setidaknya, itu bisa dilakukan pada saat pernikahan. Tapi seniman dan budayawan Raden Mas Bambang Ekalaya Butet Kartaredjasa tidak melalui tradisi Jawa itu.

Kesempatan tersebut baru dilakukannya dengan upacara Tumbuk Ageng di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Dusun Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Selasa (26/12/2023).

Tumbuk Ageng atau delapan windu atau 64 tahun usia Butet menurut penanggalan Jawa, diingatkan koleganya beberapa bulan sebelumnya dan itu harus disyukuri. Maka diputuskan, peringatan ulang tahun ke-62 pada 21 November lalu pun tak dilakukan acara apa pun.

Baca Juga: 9 Rekomendasi Bakpia Jogja dari yang Kering, Basah, Hingga Kukus

Rasa syukur Butet untuk menggelar Tumbuk Ageng antara lain mengingatkan sakit yang pernah dilaluinya sekitar dua tahun lalu. Setelah melewati "percandaan maut" dengan sakit berbulan-bulan, Butet merasa diberi mukjizat.

Bagi Butet, upacara ini mengajarkan 'sangkan paraning dumadi', tidak congkak dan sombong. Selain bersyukur dan terima kasih kepada Tuhan, juga kepada leluhur baik dari ayahnya, Bagong Kussudiardja, dari Yogyakarta dan ibunya, Sutiana, yang berleluhur Madura.

Leluhur lebih jauh, 'eyang buyut'-nya, KGA Djuminah, putra mahkota Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Eyang Djuminah mendapat hukuman 'kurantil' atau dikucilkan karena tegas tidak bisa kompromi dengan kolonial Belanda, khususnya masalah pertanahan. Cincin penobatan pun dibuang.

Baca Juga: 8 Destinasi Hawa Adem di Jogja Jujugan Wisatawan di Tengah Cuaca Panas Seperti Ini

Sementara HB VII, 'eyang canggah' Butet yang dikenal sebagai Sultan Sugih karena membuka sejumlah usaha termasuk beberapa pabrik gula, lebih banyak membuka diri.

Juga mengembangkan kebudayaan yang semula hanya di dalam istana bisa dipelajari oleh masyarakat luar. HB VII juga memutuskan melepas tahta sebelum meninggal.

Butet menyebut yang dilakukannya saat ini seperti 'eyang canggah' dan 'eyang buyut'-nya itu.

Baca Juga: Cuma Butuh Waktu Tiga Bulan, Taylor Swift Sumbang 138 Ton Emisi Karbon

"HB VII bahkan turun tahta masih dalam keadaan hidup. Artinya bisa mengerem keserakahan, tidak seperti saat ini justru tak sedikit yang berupaya mempertahankan kekuasaan," kata Butet.

Eros Djarot, juga seniman dan budayawan yang lebih senior, mengingatkan Butet untuk tidak menganggap enteng kesehatan. Eros menyebut Gusti Allah sudah baik sekali kepada Butet

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ratusan Anak Meriahkan Gelar Karya Koreografi Tari Anak

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:00 WIB

'Penelanjangan Drupadi' Jadi Pembelajaran Lewat Tari

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:40 WIB

Sembilan Negara Ikuti Jogjakarta Karawitan Festival

Jumat, 5 Desember 2025 | 08:27 WIB

Obah Bareng untuk Anak Sedunia

Minggu, 23 November 2025 | 12:18 WIB
X