KRJOGJA.com - Memasuki akhir MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) menjadi menarik bagi orang tua untuk menilai sejauh mana sekolah memberi citra yang baik bagi orang tua yang akan menitipkan anaknya untuk menuntut ilmu di lingkungan tersebut.
Masa masa ini orang tua akan menilai sejauh mana anak mereka terkesan pada sekolahnya. Apakah mereka merasa senang dan cocok atau biasa saja. Orang tuapun mencoba mulai mengikuti kembali perkembangan anak, ataupun mengejar ketertinggalannya untuk menjadi semangat di tahun ajaran baru.
Bagaimana orang tua, sekolah, dan anak memiliki kesepahaman tentang Kurikulum Merdeka semestinya adalah materi yang disepakati di awal masa semester hingga pada implementasinya tidak ada lagi yang merasa direpotkan atau bahkan dirugikan dan terpaksa mengikuti.
Kurikulum yang tampak baru ini sesungguhnya pemikiran dan semangatnya sudah tidak asing lagi, bahkan sudah diperkenalkan sejak 100 tahun lalu oleh Ki Hadjar Dewantara saat mendirikan Sekolah Taman Siswa.
Ki Hajar Dewantara melarang adanya paksaan kepada anak didik karena meyakini hal tersebut akan mematikan jiwa merdeka anak anak serta kreativitasnya.
Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim, prinsipnya bertujuan agar anak-anak mencapai kebahagiaan dalam belajar untuk menuwudkan profil pelajar pancasila.
Anak yang bahagia akan mudah menerima materi pelajaran. Kurikulum Merdeka Belajar fokus pada asas kemerdekaan dalam menerapkan materi yang esensial dan fleksibel sesuai dengan minat, kebutuhan, dan karakteristik dari peserta didik.
Kurikulum ini memberikan kebebasan bagi guru dan siswa untuk menerapkan sistem pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sehingga nantinya turut meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional.
Sistem pembelajaran yang terlihat dan terdengar sangat menyenangkan namun pada prakteknya memiliki tantangannya sendiri untuk diaplikasikan ke sekolah sekolah negeri yang terbiasa dengan aturan dan pendidikan formal.
Bertahun-tahun menjadi tenaga pengajar di sekolah dengan sistem pengajaran yang mengacu pada nilai dan kelulusan, lalu memiliki pengalaman yang serupa saat menjadi siswa, membuat tenaga pengajar kita minim referensi dalam membuat sistem dan metode pengajaran yang memfokuskan pada kemerdekaan berpikir dan minat anak.
Dibutuhkan banyak kreativitas dari tenaga pengajar untuk membuat materi yang tidak melulu pada pemahaman teori namun juga implementasi teori tersebut dalam kehidupan sehari hari, bagaimana sebuah persoalan pada pelajaran dapat mereka temukan jawabannya dalam kegiatan sehari hari.
Sebuah langkah baru yang bahkan mungkin baru akan diuji cobakan tahun ini oleh para pengajar.
Kemdikbudristek memberikan kebebasan memilih kepada sekolah untuk menggunakan kurikulum 2013 atau kurikulum merdeka belajar. Pemilihan ini sudah diinformasikan ke sekolah-sekolah dan sekolahlah yang memilih tipe mandiri apa yang akan mereka terapkan.
1. Mandiri Belajar