Yogyakarta, Inklusif 'Totum Pro Parte'

Photo Author
- Minggu, 16 Juli 2017 | 07:47 WIB

Pengetahuan umum, nalar, dan keberpihakannya sangat jernih. Beberapa kali ia melakukan anjangsana dan tukar gagasan di negara tetangga, pun kini ia melanjutkan studinya pada salah satu perguruan tinggi ternama di Amerika.

 

Waktu masih tinggal di Indonesia, ia menceritakan bahwa penolakan oleh kelompok berbasis agama dan orang-orang terdidik terhadap kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Yogyakarta membuat ia menjadi pribadi yang menolak diri sendiri. Ia ketakutan dengan kelompok kerja, komunitas, dan kolega yang selama ini dibangun, apabila mereka mengetahui bahwa ia adalah seorang gay. Akibat dari penolakan-penolakan itu pula ia mengeksklusi diri sendiri. Sedih, marah, murka, segalanya ia lakukan kepada dirinya sendiri. 

 

Ia berada dalam kelompok agama mayoritas yang menganggap orang seperti dirinya sebagai liyan. Namun beberapa waktu terakhir, ketika Trump terpilih menjadi presiden Amerika, terjadi demo besar di Amerika, pun ia sudah mulai tinggal di sana, kondisi itu mulai berubah. Ia menjadi minoritas yang dilindungi dan menerima banyak kasih dari kelompok penolak koservatisme. Hingga pada suatu waktu ia menelepon dan bercerita bahwa ia lupa tentang “rumah”, tentang Yogyakarta dan Indonesia. Ia sedang merasakan kenikmatan berada pada posisi sebagai diri sendiri yang diterima dengan segala kondisi. 

 

Tiga fenomena ini menjadi gambaran bahwa pemahaman tentang gender dan seksualitas akan mempengaruhi cara pandang lintas sektor. Hasilnya akan berakibat pada kebijakan yang muncul, kerugian, dan manfaat yang ditimbulkan. Agama menjadi basis yang kuat untuk menciptakan kekerasan-kekerasan baru yang dilancarkan melalui institusi pendidikan, baik formal maupun non formal. 

 

Ketakutan seseorang terhadap suatu hal yang dianggap liyan akan berdampak pada setiap perilaku menghadapi keragaman. Mengutip dari salah satu diskusi dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) di Cirebon beberapa waktu lalu bahwa akar radikalisme adalah konservatisme dan fundamentalisme. Pun keduanya sedang sama-sama berjalan di Indonesia, khususnya untuk menghadapi keragaman gender dan seksualitas. 

 

Di Yogyakarta beberapa tahun terakhir sedang gencar mengkampanyekan kota inklusif. Beberapa kelompok, komunitas, lembaga non profit, dan pemerintah saling bersolidaritas untuk mengupayakannya. Mereka hadir dari masing-masing fokus cakupan sektor, di antaranya; gender, seksualitas, dan difabilitas. Keterbatasan cakupan membuat mereka belum mampu melakukan pengelolaan keragaman secara menyeluruh. Mereka masih fokus pada cakupan program masing-masing. 

 

Hal ini tidak bermasalah ketika keterbatasan itu bukan bermaksud untuk mengeksklusi salah satu kelompok. Namun kondisi yang berbeda telah penulis temui pada pertengahan tahun lalu. Sebuah lembaga non-profit yang fokus pada isu difabilitas menyelenggarakan acara berskala nasional. 

 

Acara ini bertujuan untuk mempertemukan kemajemukan difabel dan kemandirian yang selama ini mereka lakukan untuk melawan stigma dan diskriminasi terhadap kelompok tersebut. Namun pada acara tersebut pihak penyelenggara sangat berhati-hati dalam menerima peserta yang datang dari kelompok LGBT. Bahkan sempat terjadi penolakan oleh peserta difabel dari salah satu wilayah binaan. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: agung

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X