Kalkulasi Keseimbangan
Persoalannya, bagaimana riset yang memposisikan dirinya dalam ruang yang bersandar pada nilai-nilai kebudayaan. Artinya, konsep kebudayaan perlu dibebaskan dari determinasi teknologis dan ekonomis. Di dalam Pembukaan UUD ‘45 sebetulnya kita telah mendapat pegangan konseptual yang memadai. Prinsipnya, Pembukaan UUD ‘45 mengajarkan kita untuk menjaga keseimbangan antara nilai-nilai spritualitas, emosionalitas dan intelegensi/- intelektualitas.
Memetakan keseimbangan berdasarkan Pembukaan UUD ‘45, didapatlah hal berikut. Aspek Spritualitas, meliputi pengertian pengakuan terhadap kekuasaan dan keberadaan Allah (atas berkat Rahmat Allah). Dimensi spritualitas berimplikasi pada kontrol atau tujuan perjalanan hidup kita ke depan; apa sudah benar atau belum. Hal ini penting berkaitan dengan keyakinan diri (dan keluarga, masyarakat, bangsa, manusia sedunia), tentang keberadaan kita di dunia/bumi.
Emosi/perasaan, atau segala hal yang berkaitan dengan dunia perasaan, sesuatu yang bersifat ‘psikologis’, berkaitan dengan dimensi pemahaman dan perasaan bersama, meliputi konsep atau pengertian kemerdekaan, keadilan (sosial), kemakmuran, berbahagia (kebahagiaan, selamat sentosa, kemakmuran, dan kebebasan. Dimensi emosi, sesuatu yang dipersepsi sebagai ‘perasaan bersama’
Aspek Intelegensi dan/atau intelektual, atau segala sesuatu yang berkaitan dengan kecerdasan. Hal ini berkaitan dengan strategi pendidikan dan kependidikan, juga dengan segala sesuatu yang secara inheren ideologi riset yang berpegang pada strategi kebudayaan yang terdapat dalam Pembukaan UUD ‘45 tersebut. Berdasarkan hal itu, apapun riset kita, jika tidak memposisikan ‘ideologi’ dalam titik keseimbangan itu, yang terjadi seperti yang selama ini kita kerjakan.
(Dr Aprinus Salam. Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 7 September 2016)